Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan webinar pada hari Jumat, 30 Oktober 2020. Webinar ini merupakan webinar terakhir sekaligus penutup dari rangkaian acara Webinar Series Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi (PUI-PT). Konferensi merupakan kegiatan penting bagi suatu lembaga riset, sehingga PSSAT mengusung tema “Manajemen Konferensi Internasional”. Webinar kali ini menghadirkan Prof. Trio Adiono, S.T., M.T., Ph.D dari Pusat Penelitian Mikroelektronika Institut Teknoologi Bandung dan Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D dari Badan Penerbit dan Publikasi Universitas Gadjah Mada. Sesi pembicara dan diskusi yang berlangsung dimoderatori Andi Awaluddin Fitrah, M. A. selaku peneliti dari PSSAT UGM.
Manajemen Konferensi Internasional
Dalam memastikan berlangsungnya konferensi internasional, Prof. Trio Adiono menekankan pentingnya timetable dalam perencanaan acara. Prof. Trio memaparkan bagaimana pihak penyelenggara selaku event organizer menentukan kegiatan yang perlu dilaksanakan sejak 8-12 bulan sebelum konferensi, sebulan sebelum konferensi, hingga akhirnya setelah konferensi berlangsung. Dalam penyelenggaraan konferensi internasional, Prof. Trio turut menekankan pentingnya aspek jejaring dan marketing dari konferensi, misalnya dengan memilih lokasi konferensi yang menarik minat banyak orang dan pemilihan tanggal yang sesuai dengan kalender kegiatan berbagai institusi yang direncanakan akan terlibat. Dalam penyelenggaraan International Symposium on Electronics and Smart Devices tahun 2019, contohnya, mengambil tempat di Bali dan memilih tanggal yang tepat di akhir semester, yang akhirnya dapat mengakomodasi partisipan dari berbagai institusi.
Selain aspek teknis, Prof. Trio turut menyorot pentingnya aspek substansi dari penyelenggarana konferensi, secara spesifik pada tema yang dipilih. Perlu adanya proporsi yang seimbang: ada state of art topik yang umum untuk menjangkau audiens yang luas dan topik yang spesifik, hingga mendatangkan para akademisi yang benar-benar memiliki fokus pada bidang tersebut. Dengan topik mengenai elektronika, penyelenggaraan International Symposium on Electronics and Smart Devices dapat menghadirkan partisipan dengan expertise yang lebih spesifik.
“Kalau (tema) broad, mungkin bisa menghadirkan banyak orang. Namun, hanya sedikit orang bisa mengambil manfaat dari conference tersebut. (Apabila) terlalu spesifik, jumlah partisipannya akhirnya terlalu sedikit juga,” tambah Prof. Triono sebelum akhirnya mengelaborasikan bagaimana teknis-teknis lain seperti tugas publication chair dan penentuan tanggal pengumpulan abstrak sampai publikasi prosiding perlu ditetapkan.
Ikut menuturkan dengan nada serupa, Widodo S.P., M.Sc., Ph.D selaku pembicara kedua, juga turut menekankan pentingnya kualitas konferensi internasional, baik dari segi subtansi ataupun teknis penyelenggaraan. Widodo menyebutkan bahwa terdapat tiga aspek penting yang bisa didapatkan sebagai patokan kualitas konferensi, yaitu memperluas networking; meningkatkan kualitas dan kuantitas publikasi yang terindeks; dan bertemu dengan profesor atau akademisi lain di bidang tertentu. Widodo sendiri menyampaikan pengalamannya selama berkecimpung di Badan Penerbit dan Publikasi Universitas Gadjah Mada yang menghimpun 65 jurnal berindeks SINTA dan turut menyelenggarakan berbagai konferensi internasional.
Widodo menyampaikan syarat konferensi internasional dari DIKTI yang perlu dipenuhi, di antaranya yaitu peserta yang berasal minimal dari empat negara, digunakannya bahasa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan memiliki sertifikasi ISBN/ISSN. Sejalan dengan pendapat Prof. Trio, Widodo juga menekankan pentingnya aspek event organizing dari konferensi yang sama pentingnya dengan aspek publikasi di bagian akhir.
“Hari H (konferensi adalah seremoni saja, yang berat adalah persiapan dan setelah pelaksanaan,” kelakar Widodo setelah membahas pengalaman penyelenggaraan International Conference on Science and Technology (ICST) 2018 di Universitas Gadjah Mada.
Widodo turut menjelaskan bahwa terdapat alternatif bila akhirnya konferensi sulit menemukan pihak publisher yang bereputasi untuk menerbitkan prosiding dari konferensi internasional. Dalam hal ini, Widodo mencontohkan UGM yang ketika itu menggunakan institusi penerbitan mandiri, yaitu UGM Digital Press dengan turut bekerja sama dengan publisher lain untuk menerbitkan prosiding.
Konferensi Internasional di Masa Pandemi
Pada sesi diskusi, terdapat pertanyaan dari Nugroho terkait kendala saat suatu konferensi tidak dapat menjaring peserta dengan jumlah yang banyak. Prof. Trio menjawab pertanyaan tersebut dengan menyebutkan bahwa selama syarat konferensi internasional DIKTI telah terpenuhi, pihak konferensi bisa dengan lebih fleksibel memasukkan tulisan-tulisan (papers) dari pihak penyelenggara untuk memperbanyak partisipan. Menambahkan Prof. Trio, Widodo menyebutkan bahwa terdapat sisi baik dari sedikitnya jumlah partisipan dalam konferensi. Sisi baik yang bisa didapatkan adalah konferensi tersebut dapat mengelola prosiding dengan keluaran lain dengan kualitas yang lebih baik, yang akhirnya dapat digunakan sebagai bukti capaian untuk konferensi tahun selanjutnya.
Pada bagian akhir, Andi Awaluddin Fitrah, M.A. dan Prof. Hermin Indah Wahyuni selaku Direktur PSSAT UGM turut membagikan pengalamannya ketika menyelenggarakan Symposium of Social Sciences 2020 pada Agustus 2020. Konferensi ini dapat menghadirkan Kishore Mahbubani, mantan menteri luar negeri Singapura dan juga tokoh akademisi, selaku keynote speaker dan akhirnya turut meningkatkan jumlah partisipan dalam konferensi. Akhir kata, moderator turut menambahkan bawa pada akhirnya pandemi dapat memberikan dampak baik ataupun buruk terhadap penyelenggaraan konferensi, tergantung dalam bagaimana ia menyesuaikan diri. (Rizal)