Bermitra dengan Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM dan Strategic Alliance for Poverty Reduction, penelitian ini dilakukan untuk memahami dinamika yang terjadi di lapangan yang terkait dengan program penanggulangan kemiskinan untuk menemukan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam berbagai program yang dilaksanakan. Dari penelitian ini, diharapkan akan ditemukan strategi alternative yang dapat digunakan oleh stakeholder terkait untuk bersama-sama meningkatkan efektivitas program penanggulangan kemiskinan sehingga target penurunan permasalahan social akibat kemiskinan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Penelitian ini dilakukan untuk melaporkan pengumpulan data tentang pelanggaran HAM di Asia Tenggara yang terjadi sepanjang tahun 2010. Negara-negara yang menjadi fokus penelitian adalah Brunei, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura dan Thailand. Penelitian ini berusaha menekankan pentingnya makna isu pelanggaran HAM bagi proses demokratisasi di kawasan Asia Tenggara. Pelanggaran HAM menjadi penting untuk diperhatikan karena tinggi – rendahnya tingkat pelanggaran HAM sering berkaitan erat dengan kualitas demokrasi sebuah negara. Sudah tentu demokrasi adalah persoalan yang jauh lebih rumit dari sebatas pelanggaran HAM. Akan tetapi, tidak selamanya bahwa pelaksanaan HAM di sebuah negara bersifat linier dengan kualitas demokrasi, namun hal ini mampu mendorong proses demokratisasi pada bentuk yang lebih sempurna, karena pada situasi ini masyarakat memiliki kesadaran lebih tentang pemenuhan hak-haknya, sehingga mampu untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan negara melalui penyaluran aspirasinya. Dengan demikian, data yang dihasilkan oleh penelitian ini ini bisa menyediakan semacam penilaian awal tentang jalannya demokratisasi terutama di negara-negara seperti Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Laporan penelitian yang sama sekaligus juga menyediakan gambaran kasar tentang tingkat koersi dan eksklusi politik di negara-negara seperti Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam.
Tantangan kompetisi terbuka (open competition) karena globalisasi menjadi tantangan semua individu dan juga negara dalam menjalankan fungsinya sebagai intitusi yang meregulasi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam mencapai kesejahteraan. Globalisasi dan konektifitas membuat bersin seseorang di belahan bumi Eropa menyebabkan flu bagi orang lain di Asia. Lebih khusus lagi, tantangannyata yang saat ini tengah dihadapi oleh negara-negara ASEAN adalah kompetisi terbuka yang menjadi konsekuensi dari ditekannya kontrak Asian Charter oleh pemimpin negara-negara ASEAN pada 15 Desember 2008. Perjanjian kerjasama yang menyerupai bersatunya negara-negara Eropa dalam Uni Eropa ini membuat pergerakan barang, manusia, dan uang menjadi tanpa hambatan batasan teritori dan politik (borderless) ini kemudian popular dengan sebutan Asian Community yang mulai efektif diterapkan pada tahun 2015.
Program perdana SEA Talks PSSAT pada tanggal 29 Mei 2015 bertajuk “Media Massa dan Konstruksi Masyarakat ASEAN”. Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, M.Si, menjadi pembicara pada sore itu. Menurut pembicara yang juga sekaligus kepala PSSAT tersebut bahwa media massa saat ini belum sepenuhnya peduli mengenai pentingnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Media massa, dalam hal ini jurnalis, perlu lebih dalam mengetahui isu ini sehingga tidak hanya menjadi wacana pada tingkatan elit semata akan tetapi informasi ini dapat sampai hingga kepada masyarakat dikawasan Asia Tenggara itu sendiri.
Sengketa laut tiongkok selatan sampai saat ini masih menyisakan berbagai permasalahan. Indonesia bukan negara yang terlibat dalam sengketa ini, namun latar belakang posisi indonesia sebagai sebagai negara yang sering dianggap mampu berdiri netral di tengah-tengah permasalahan seperti ini, menjadikan negara ini seakan-akan memiliki kewajiban untuk menempatkan diri dalam penyelesaikan sengketa tersebut. Beberapa alasan lain yang melatarbelakangi terlibatnya Indonesia dalam penyelesaian sengketa ini dikarenakan beberapa hal. Pertama, semakin berlarutnya permasalahan ini dikhawatirkan akan berdampak kepada kestabilan hubungan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Tidak membaiknya kondisi sengketa ini berpotensi terhadap terhambatnya eksporasi sumber daya alam dan aktivitas ekonomi lain. Sisi lainya, Indonesia dapat menunjukkan citranya sebagai pemimpin kawasan yang bertanggung jawab dengan mengambil peran dalam penyelesaian sengketa ini. Tanpa adanya dorongan untuk dapat mencapai penyelesaiannya sengketa ini oleh pihak Indonesia, tentu akan menurunkan citra Indonesia sendiri.