Ilmu sosial memiliki posisi dan kekuatan yang sentral untuk memahami masalah sosial, mengatur birokrasi, mengatur ekonomi, mengatur kebijakan dan komunikasi publik dalam mendukung kehidupan masyarakat baik di daerah maupun global. Masalah ketidakseimbangan sosial, multikulturalisme, religiusitas, intoleransi rasial, marginalitas, politik praktis, perdagangan manusia, hubungan kekuatan regional dan global, pekerja migran, dan aspek sosial dari bencana membutuhkan akademisi sosial-humaniora yang jelas untuk memahami dan memberikan arahan kepada pembuat kebijakan (dikutip dari Kerangka Acuan Kegiatan).
Masalahnya, Indonesia sebagai negara berkembang masih sangat membutuhkan pertolongan dari para ahli dan ilmuwan untuk melakukan pembangunan, terutama di bidang infrastruktur fisik, yang dinilai lebih mampu memberikan kontribusi praktis bagi masyarakat. Tanpa disadari, pemerintah membutuhkan pembangunan dalam bentuk fisik dan mengabaikan infrastruktur sosial. Dengan demikian, semakin hari, ilmu sosial nampaknya semakin tidak diperhatikan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah belum melihat lebih jauh kontribusi riset berbasis ilmu sosial-humaniora.
Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) UGM, yang didukung oleh Kemristekdikti, sebagai Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di bidang sosial mempertanyakan pengabaian ilmu sosial ini. Dengan demikian, PSSAT mengundang ilmuwan sosial untuk membahas disiplin mereka sendiri dan bahkan melewati batas disiplin mereka untuk menghadiri Diskusi Seri II dalam bentuk bincang-bincang yang bertajuk “Ilmu Sosial: Peran dan Tantangannya” (13/02/2018). Prof. Sjafri Sairin & Prof. Djoko Suryo, kepala PSSAT, Dr. Phil Hermin Indah Wahyuni, bersama dengan peneliti lain dari PSSAT yaitu Muhadi Sugiono, M.A., Dr. Phil. Vissia Ita Yulianto, Putu Yogi Paramitha, M.H., Fatkurrohman, M.Si, dan dua mahasiswa program doktor Departemen Kebijakan Publik dan Manajemen UGM membahas peran dan tantangan ilmu sosial di era ini.