Jalur Sutra merupakan jalur perdagangan kuno yang menghubungkan Barat dan Timur, seorang peneliti bernama Von Ricthofen berkebangsaan Jerman menamainya The Silk Road pada abad 18 M. Nama Jalur Sutra diambil karena komoditas perdagangan Tiongkok banyak berupa sutra. Frances Wood dalam bukunya The Silk Road : Two Thousand Years in the Heart of Asia mengatakan lintasan Jalur Sutra tersebut memiliki banyak cabang dari ibu kota Dinasti Tang Tiongkok di timur ke Roma, ibu kota Italia di barat. Jalur tersebut dibuka oleh seorang jenderal bernama Zhang Qian dari Dinasti Han. Menelusuri jalan itu akan melewati Afghanistan, Uzbekistan, Iran, dan sampai Alexandaria Mesir. Ditemukan juga cabang lain yang melewati Pakistan, Kabul, Afghanistan hingga Teluk Persia[1].
Terdapat juga Jalur Sutra melalui laut. Jalur laut tersebut berawal dari Guanzhou, Tiongkok Selatan, ke Selat Malaka, dan terus sampai ke Sri Lanka, India, dan pantai timur Afrika. Jalan Sutra Laut terjadi pada masa Dinasti Song Tiongkok berdasarkan benda-benda budaya yang ditemukan di Somalia. Tiongkok telah membuka Jalur Sutra sekitar 2000 tahun yang lalu merupakan salah satu jalur penting bagi penyebarluasan kebudayaan kuno Tiongkok ke Barat, sekaligus menjadi penghubung pertukaran ekonomi dan kultur Tiongkok-Barat[2]. Kemudian jalur ini tidak gunakan kembali karena terjadi perpecahan di kerajaan Mongol menyebabkan kekuatan politik besar di sepanjang Jalur Sutra menjadi terpisah-pisah, tentara Turkmeni merebut bagian barat Jalur Sutra dan kehancuran Kekaisaran Byzantium. The Silk Road berhenti melayani rute pengiriman sutra pada tahun 1400-an[3].
Kejayaan Jalur Sutra masa lalu menginsiprasi Presiden Tiongkok Xi Jinping untuk membuka kembali jalur tersebut. Ambisi Tiongkok untuk memulai mega proyek ini telah diumumkan sejak tahun 2013. Presiden Tiongkok Xi Jinping menyebutnya sebagai ‘Jalur Sutra Baru Abad ke-21’ atau The Silk Road Economic Belt and the 21st-century Maritime Silk Road. Tujuan dari proyek ini adalah menciptakan beberapa koridor ekonomi yang menyambungkan lebih dari 60 negara di seluruh dunia[4]. Proyek Jalur Sutra akan dibagi menjadi dua, darat dan laut. Trek perdagangan darat dikenal dengan Jalur Sabuk Ekonomi, melintasi dari Eropa ke Asia Tengah dan Asia Timur. Kemudian jalur laut dikenal dengan Jalur Sutra Maritim, menghubungkan pelabuhan Tiongkok dengan sejumlah pelabuhan sepanjang rute dari Laut Tiongkok Selatan, Samudera Hindia, Teluk Persia, Laut Merah hingga ke Teluk Aden[5].
Dalam mewujudkan program One Belt One Road (OBOR) pemerintah Tiongkok siap menggelontorkan dana sebesar US$ 124 milliar atau sekitar Rp. 1649 triliun untuk mendukung program Jalur Sutra Baru. Dana tersebut siap disalurkan untuk membangun infrastruktur hingga konektivitas dengan negara-negara di sepanjang Jalur Sutra[6]. Ada kekhawatiran dari beberapa negara bagian Barat tentang KTT bertajuk Belt and Road yang diadakan di Beijing 14 Mei lalu merupakan upaya Tiongkok menguasai ekonomi secara global[7]. Namun, Xi Jinping menampik tudingan tersebut. Lewat Menteri Luar Negeri Wang Yi mengatakan, OBOR adalah produk kerjasama inklusif, bukan alat geopolitik, dan tidak seharusnya dipandang menggunakan mentalitas Perang Dingin yang sudah usang[8].
Negara-negara ASEAN memegang posisi penting dalam Jalur Sutra Maritim, khususnya Indonesia yang dipilih sebagai tempat pertama untuk mengoperasikan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21. Keadaan ini juga bertepatan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia Poros Maritim Dunia[9]. Visi Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia bersinergi dengan ide One Belt One Road yang diprakarsai Tiongkok[10]. Program OBOR yang dibahas beberapa waktu lalu di Beijing, Tiongkok. Pada kesempatan tersebut Presiden Jokowi dan 30 kepala negara turut serta menandatangani program ini pada dasarnya mempromosikan sistem perdagangan multilateral yang terbuka berlandaskan aturan World Trade Organisation (WTO)[11].
Program Jalur Sutra Baru di ASEAN dirancang untuk sejalan dengan visi konektivitas ASEAN 2025 yang meliputi keterhubungan darat serta laut dengan Vietnam, Laos, Thailand, Kamboja, Myanmar, Malaysia, Singapura dan Indonesia[12]. Mega Proyek Tiongkok One Belt One Road yang menjembatani wilayah Barat Tiongkok dengan Asia Tenggara, Samudra Hindia dan menuju ke Eurasia, menuntut peran Indonesia yang lebih aktif sebagai pemimpin di Asia Tenggara, agar sentralitas ASEAN tetap diutamakan dalam sinergi Jalur Sutra Baru Tiongkok dengan Konektivitas ASEAN, yang perkembangannya cukup lambat[13].
ASEAN dihadapkan tantangan yang cukup sulit antara lain karena perbedaan pendapat internal akibat ketidakselarasan kebijakan pembangunan antar anggota serta ketimpangan ekonomi antara anggota bagian utara dan selatan. Seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam memerlukan bantuan perbaikan prasarana agar menarik invetor asing, sehingga dapat mengejar ketertinggalan dari anggota ASEAN lainnya[14]. Oleh sebab itu, Indonesia sebagai pemimpin di Asia Tenggara sepatutnya sanggup menguatkan koordinasi intra-ASEAN demi mempercepat pertumbuhan ekonomi yang merata, sehingga dapat menyelaraskan keterhubungan ASEAN dengan Jalur Sutra Baru.
REFERENSI:
[1] Heri Ruslan, ‘Menelusuri Jalur Sutra’, <http://www.republika.co.id/berita/…/mvova0-menelusuri-jalur-sutra> diakses pada 17 Juli 2017
[2] Hari, ‘Geopolitik : Mengenal Sejarah Jalur Sutra’, <http://ardinal.net/jalur-sutra/> diakses pada 17 Juli 2017
[3] ‘Silk Road’, <https://www.cs.mcgill.ca/~rwest/…/Silk_Road.htm> diakses pada 17 Juli 2017
[4] Djony Edward, ‘Mengintip Peluang di Jalur Sutra Modern’, <https://nusantara.news/mengintip-peluang-di-jalur-sutra-modern/> diakses pada 17 Juli 2017
[5] Denny Armandhanu, ‘Ambisi Tiongkok Menggarap Jalur Sutra’ <https://www.cnnindonesia.com/internasional/20141120041914-113-12636/ambisi-tiongkok-menggarap-jalur-sutra/> diakses pada 17 Juli 2017
[6] Muhammad Idris, ‘Ambisi China Dominasi Ekonomi Dunia Lewat Jalur Sutra’ <https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3502221/ambisi-china-dominasi-ekonomi-dunia-lewat-jalur-sutra> diakses pada 17 Juli 2017
[7] Ardan Adhi Chandra, ‘Xi Jinping Siapkan Rp 1649 T untuk Bangun Jalur Sutra < https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3500332/xi-jinping-siapkan-rp-1649-t-untuk-bangun-jalur-sutra?_ga=2.206879894.485346434.1494910778-543098824.1482260540> diakses pada 17 Juli 2017
[8] Rini Utami, ‘Indonesia dan Jalur Sutra Abad Milenium’ < http://www.antaranews.com/berita/629156/indonesia-dan-jalur-sutra-abad-milenium> diakses pada 17 Juli 2017
[9] Harian Nasional, <‘RI dan Jalur Sutra Abad Milenium’ <http://www.harnas.co/2017/05/14/ri-dan-jalur-sutra-abad-milenium> diakses pada 17 Juli 2017
[10] Dimas Jarot Bayu, ‘Indonesia Dinilai Perlu Sinergikan Poros Maritim Dunia dengan Konsep “Jalur Sutra Maritim” China <http://nasional.kompas.com/read/2016/08/31/12215201/…> diakses pada 18 Juli 2017
[11] Koran Sindo, ‘Jalur Rempah atau Sutra?’ <https://nasional.sindonews.com/read/1205671/16/jalur-rempah-atau-sutra-1494948463/> diakses pada 18 Juli 2017
[12] Victor Maulana, ‘China Jelaskan Soal Jalur Sutera Modern pada Indonesia’ < https://international.sindonews.com/read/1204992/40/china-jelaskan-soal-jalur-sutera-modern-pada-indonesia-1494743697> diakses pada 18 Juli 2017
[13] Ahmad Romadoni, ‘Jokowi : Peran ASEAN Kunci Terwujudnya Jalur Sutra Baru’ < http://news.liputan6.com/read/2952567/jokowi-peran-asean-kunci-terwujudnya-jalur-sutra-baru> diakses pada 18 Juli 2017
[14] Dewan Editor, ‘ASEAN : Rapuhnya Perekonomian Kawasan Menjelang ASEAN Economic Community 2015’ < http://macroeconomicdashboard.feb.ugm.ac.id/asean-rapuhnya-perekonomian-kawasan-menjelang-asean-economic-community-2015/> diakses pada 18 Juli 2017
—
Artikel ini ditulis oleh Tri Inov Haripa, mahasiswi jurusan Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia, saat magang di Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT).