Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan SEA TALK #39 : Book Discussion Series #3 pada Selasa, 20 April 2021. Dalam kesempatan ini, PSSAT berkerjasama dengan Fakultas Hukum UGM untuk membahas “Studi Sosial terhadap Hukum: Peran dan Tantangannya” yang telah termuat dalam buku “Social Science in the Age of Transformation and Disruption: Its Relevance, Role and Challenge”. Pembicara yang dihadirkan ialah Dr. Rikardo Simarmata, S.H. dari Fakultas Hukum UGM, sekaligus selaku penulis dari salah satu chapter dalam buku ini dan Prof. Sulistyowati Irianto dari Universitas Indonesia. Sesi pembicara dan diskusi yang berlangsung, dimoderatori oleh I.G.A.M Wardana, Ph.D dari Fakultas Hukum UGM.
Elaborasi Urgensi Imu Sosial dan Ilmu Hukum di Era Disrupsi
Dr. Rikardo Simarmata, S.H. menjelaskan bahwa chapter yang Ia tuliskan bertujuan untuk meneruskan dan mengelaborasi beberapa gagasan yang menggunakan pendekatan ilmu sosial untuk membantu pengembangan hukum yang menghasilkan konsep doktrin dan prinsip hukum yang lebih baik. “Perkembangan ilmu-ilmu sosial secara langsung dan tidak langsung menjadi inspirasi bagi mazhab hukum”, tutur Dr. Rikardo. Pemikiran yang dituangkan di dalam buku ini merupakan kritik atas pemikiran yang meyangsikan peranan pendekatan sosial bagi studi hukum, terutama sumbanganya dalam pengembangan jurisprudensi. Pada perkembanganya di Indonesia, sanggahan ini diperlukan karena intoleransi yang dilakukan oleh beberapa legal positivist terhadap pendekatan sosial. Proyeksi tantangan-tantangan di masa depan bagi pendekatan sosial kepada hukum akan meningkatkan pengembangan studi hukum.
Pendekatan ilmu sosial diharapkan dapat menyumbang pada upaya pembaharuan hukum dimana terjadinya inefesiensi sistem hukum yang berlaku. Dr. Rikardo menyampaikan bahwa, “pendekatan sosial menawarkan dua hal penting dalam realitas yaitu, (1) mengajak memperhatikan perilaku para pertugas hukum, (2) memberikan pertimbangan terhadap konteks sosial dan kultural”. Sejalan dengan pemikiran Dr. Rikardo Simarmata, S.H., Prof. Sulistyowati Irianto juga menambahkan dan menggarisbawahi perdebatan ilmu hukum. Ia kembali menegaskan bahwa, “hukum tidak hanya membahas tentang undang-undang saja, namun juga banyak hukum baru yang beredar di masyarakat”. Pada hakikatnya, studi sosial juga merupakan bagian dari studi hukum dan terbuka terhadap studi interdisiplin hukum yang ada.
Prof. Sulis menuturkan bahwa Studi Hukum Sosial (SHS) dapat memperjelas dan memperkaya studi hukum dengan memberikan perspektif, definisi, dan paradigma yang baru. Salah satu perbedaan mendasar antara SHS dan studi hukum (yang tendensinya doktrinal dan dogmatis) terletak pada fleksibilitas. Pada konteks tersebut dapat diamati lewat bagaimana studi hukum mengakui satu-satunya bentuk hukum ialah hukum negara. Di sisi lain, SHS berdasar pada gagasan bahwa hukum negara bukanlah satu-satunya acuan normatif, melainkan terdapat bentuk hukum lainnya seperti adat, agama, dan kebiasaan. Bentuk non-hukum negara tersebut dipandang sebagai manifestasi konsep normatif dan juga kognitif sehingga acapkali sifatnya lebih empirik.
SHS kemudian menjadi salah satu pendekatan untuk mengkaji fenomena gunung es dalam studi hukum yang berkontribusi pada dimesi akademik dan praktikal. Pertama, melalui disiplin ini pengembangan teori dan metodologi dapat diperkaya, serta menjadi penyelesaian sengketa dalam masyarakat. Kedua, perumusan naskah akademik hukum dan kebijakan hukum yang lebih responsif terhadap masyarakat dapat tercapai. Diskursus terkait SHS kemudian menjembatani studi hukum dengan tantangan yang lebih kontemporer, yakni teknologi digital.
Relevansi studi hukum dan profesi terkait menjadi terancam karena adanya perubahan dan disrupsi di tengah perkembangan teknologi yang masif. Walaupun demikian, teknologi digital dapat pula membantu transparansi dan akuntabilitas sistem persidangan. Prof. Sulis lantas memberi penekanan terkait pentingnya kolaborasi studi hukum dengan multidisiplin ilmu, dan kebutuhan sarjana hukum akan human expertise dan human touch. Pluralisme hukum menjadi pengetahuan yang esensial bagi orang-orang yang mempelajari studi hukum, terlebih di tengah arus perkembangan sains dan teknologi serta globalisasi hukum.
Pada akhirnya, studi hukum yang sifatnya doktrinal maupun SHS memiliki peran yang sama-sama penting. Studi hukum doktrinal berperan penting untuk mengetahui bagaimana hukum tidak mengakomodasi pengalaman-pengalaman subjek hukum. Di samping itu, SHS dapat memberikan perspektif budaya yang hidup dan empirik, dan kemudian pemaknaan tentang studi hukum yang lebih komprehensif pun dapat diperoleh.
Please click: [SEA-TALK #39] Discussion #3 on “Social Science in the Age of Transformation and Disruption” – YouTube for detail.
To purchase the book please click:
Domestic order:
https://bit.ly/socialsciencebookCESASS or http://www.tokopedia.com/cesassugm
International order:
http://bit.ly/bookorderforinternational
CP: (+62) 857-8655-1075 (Nur’aini)
About the speakers:
Dr. Rikardo Simarmata adalah pengajar ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, beliau menekuni bidang ilmu hukum seperti hukum adat, hukum agraria serta sosiologi hukum. Sejak 2007 – 2012 beliau mengambil PhD program di Fakultas Hukum , Leiden University.
Google Scholar:
http://Google Scholar: https://scholar.google.co.id/citations?user=gOwufEcAAAAJ&hl=en