Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) kembali mengadakan diskusi rutin Forum Digital Society ke-5 dengan tema “Tantangan Islam Berkemajuan di Era Disruptif” pada 1 Mei 2021. Diskusi kali ini menghadirkan Prof. Haedar Nashir, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai pembicara dan Prof. Dr. Sunyoto Usman, sosiolog UGM sekaligus pengajar di Islamic Doctoral Program, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, sebagai moderator.
Acara dimulai dengan sambutan oleh Prof. Hermin selaku Direktur PSSAT. Prof. Hermin dalam sambutannya, beliau mengapresiasi kesediaan Prof. Haedar Nashir sebagai pembicara. Kehadiran Prof. Haedar membawa perspektif baru yaitu perspektif Islam pada diskusi kali ini. Diskusi dibuka oleh Prof. Sunyoto dengan mengatakan bahwa Islam berkemajuan identik dengan “Islam yang baru, penuh inovasi, menyesuaikan dengan tantangan zaman” di era disruptif yang disebut para ekonom adalah masa penuh inovasi dan kreativitas.
Dalam pemaparannya, Prof. Haedar menyebut, “cara pandang ‘Islam Berkemajuan’ sudah dipegang oleh Muhammadiyah sejak konferensi di Yogyakarta tahun 2010”. Muhammadiyah juga berencana membuat suatu kaidah “Islam Berkemajuan” yang sistematis. Kemajuan dalam pandangan Islam adalah kebaikan yang serba utama, sehingga melahirkan keunggulan hidup lahiriah dan rohaniah bagi kemajuan hidup umat manusia.
Islam Berkemajuan berarti Islam yang lekat dengan nilai-nilai humanisme kontemporer sesuai dengan QS. Ali Imran 104;110 yang menekankan liberasi, emansipasi, dan humanisme. Termasuk Islam yang anti kekerasan, anti perang, dan anti terorisme. Namun, Islam berkemajuan mendapat tantangan seperti sekularisme-materialisme, kelompok ultranasionalis yang seakan anti-agama, dan cengkeraman kapitalisme global. Prof. Haedar juga menggarisbawahi pentingnya ASEAN Charter untuk menghadirkan ASEAN sebagai kekuatan yang kohesif.
Era digital juga menjadi satu disrupsi tersendiri bagi kemajuan Islam. Media sosial menjadi satu realitas baru bagi masyarakat. Revolusi informasi teknologi (IT) dianggap oleh kaum science sebagai usaha praktis-teknologis sementara umat Islam menganggapnya sebagai budaya metafisik. Hal ini menjadi tantangan khususnya bagi Muhammadiyah untuk menyampaikan hal tersebut. Untuk menghadapi hal ini, Muhammadiyah mengembangkan sistem transformasi dakwah dengan mendirikan Pusat Syair Digital Muhammadiyah (PSDM).
Di sesi tanya jawab, Prof. Haedar menekankan bahwa dalam mencapai Islam Berkemajuan, Muhammadiyah menggunakan pendekatan humanis dan toleran serta adopsi teknologi dalam melayani umat. Prof. Haedar menyampaikan perlunya integrasi dan good governance oleh berbagai pihak. Sebagai organisasi kemasyarakatan berbasis agama, Muhammadiyah harus mandiri dan kuat. “Tidak mungkin Muhammadiyah menjadi civil society yang kuat kalau hanya bergantung pada negara”, ujar Prof. Haedar.
Please click: https://www.youtube.com/watch?v=87ult42rkbc&list=PLlcIkjRwK8NWApbEdJCZtZ1TTRC1gpois&index=5 for detail.
Tentang Pembicara:
Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si adalah pengajar sekaligus seorang Guru Besar Program Doktor Ilmu Politik Islam-Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Prof. Haedar menyelesaikan kuliah Program Magister dan Doktor dengan Jurusan Sosiologi di Universitas Gadjah Mada. Selain itu, Prof. Haedar di percaya untuk menjabat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah terpilih periode 2015 – 2020.
Google Scholar:
https://scholar.google.co.id/citations?user=T3VeI7QAAAAJ