Pada Rabu (22/09), Pusat Studi Sosial Asia Tenggara Universitas Gadjah mada (PSSAT UGM) kembali menyelenggarakan Southeast Asian Chat (SEA Chat), sebuah agenda diskusi yang membahas isu sosial yang terjadi di Asia Tenggara. Dalam SEA Chat ke-31 ini, PSSAT UGM menghadirkan Vu Duc Hoa, mahasiswa ASEAN Master in Sustainability Management dari UGM. Hoa memaparkan penelitiannya yang berjudul “Corporate Social Responsibility in Vietnam: Case of Domestic Leading Pharmaceutical Companies.”
Hoa memulai pemaparan materinya dengan menjelaskan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai komitmen mendasar bagi perusahaan untuk memberi kembali dan berkontribusi kepada masyarakat untuk kebaikan. Ia menyatakan bahwa CSR penting di Vietnam, karena Vietnam merupakan salah satu dari 17 negara dengan pertumbuhan industri farmasi tertinggi, yang dikenal sebagai pharmerging country. Dalam penelitian ini, Hoa memilih 8 dari 180 pabrik farmasi sebagai sample objek analisis implementasi CSR di Vietnam. Untuk menganalisis permasalahan tersebut, ia menggunakan empat pilar dalam CSR: Economic Responsibility, Legal Responsibility, Ethical Responsibility, dan Philanthropic Responsibility.
Dari pilar economic responsibility, hasil penelitian Hoa menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan ini telah memastikan pendapatan dan laba bersih sekitar 588.550.000 pada tahun 2021, serta menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan dengan total 9.000 karyawan. Selanjutnya pada law responsibility, Hoa menjelaskan bahwa Vietnam belum memiliki undang-undang tentang CSR yang lengkap untuk menjadi dasar hukum yang kokoh, sehingga perusahaan hanya mengadopsi undang-undang dan hukum pajak Vietnam yang terkait dengan kawasan lingkungan. Pada pilar ethical responsibility, 8 perusahaan di Vietnam berhasil mengadopsi tradisi dari tiga doktrin: Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme, karena ketiganya adalah doktrin yang paling populer di Vietnam. Terakhir, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 8 perusahaan telah memenuhi philanthropic responsibility, terutama melindungi lingkungan dengan mengadopsi standar Vietnam dan standar ISO.
Di akhir pemaparannya, Hoa menyimpulkan bahwa implementasi CSR di Vietnam masih dalam tahap awal, mengingat Vietnam masih belum memiliki standar khusus tentang undang-undang CSR. Dengan demikian, masing-masing perusahaan menggunakan cara mereka sendiri untuk menerapkan aturan, yang menyebabkan mereka gagal memenuhi persyaratan CSR. Ia juga menyatakan bahwa bagi perusahaan yang tidak memperhatikan dan melakukan CSR serta tanggung jawab sosial lainnya dengan baik dapat kehilangan akses ke pasar karena kesadaran konsumen, pembuat kebijakan, investor, dan LSM terhadap kebijakan ini.
SEA Chat #31 berakhir setelah sesi tanya jawab, yang diisi dengan diskusi antara pembicara dan peserta tentang penelitian. CSR sebagai bentuk kontribusi sosial adalah salah satu kewajiban yang terkadang dilupakan oleh perusahaan, ditambah dengan tidak banyaknya masyarakat yang paham betul keberadaan CSR beserta praktisnya. Padahal, perusahaan dan pabrik adalah subjek raksasa yang seringkali membawa kerugian bagi warga sosial serta lingkungan sekitarnya. Adanya diskusi ini diharapkan dapat mengangkat kesadaran dan kepedulian seluruh lapisan masyarakat atas penerapan CSR di lingkungan sekitar.
Oleh: Farah Diana Patcha