Dalam pelatihan yang dilakukan PSSAT dengan fokus pada peningkatan wawasan Asia Tenggara mencoba melihat kemana kawasan ini akan bergerak. Prof. Muhtar Mas’ud menjadi pembicara yang hadir pada saat itu dengan memulai melihat kembali makna pada Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Menurtnya, bahwa masyarakat berbeda dengan komunitas yang dalam bahasa Inggris mayarakat diartikan society sedangkan komunitas diartikan community. Dalam padangan sosiologi jelas hal itu behubungan dengan makna hubungan dari kedua kata tersebut. Dalam society hubungan yang dibangun atas dasar kebutuhan dan bisa berubah. Sedangkan community memiliki hubungan yang lebih emosiaonal. Hubungan yang dibangun atas dasar kedekatan misalnya hubungan kekeluargaan, hubungan karena seklan, atau macam sebagainya. Dalam hubungan ini, keanggotaan tidak bisa berubah dan anggota tidak bisa dengan begitu saja menyatakan masuk apalagi keluar. Mas’ud kemudian menyangkan bahwa Indonesia kemudian menerjemahkan Economic Asean Community menjadi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bukan menjadi Komunitas Masyarakat Ekonomi Asean (KEA). Jika berdasarkan komunitas maka bermakna bahwa anggota yang satu tidak akan mencelakakan anggota yang lain. Hal ini berarti tidak akan ada kecurigaan dan dengan sangat yakin mempercayai anggota yang lain. Namun kenyataanya, dalam urusan kepercayaan di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara masih sangat rendah antara satu dan lainnya.
Ketika membaca literatur mengenai sejarah Asia Tenggara, seringali kita dibawa ke dalam penggambaran tentang satu tokoh yang memiliki kedudukan atau kekuasaan pada satu konteks masyarakat. Penggambaran sejarah Asia Tenggara kemudian seringkali berhubungan (secara sengaja ataupun tidak sengaja) secara ketat dengan aspek ekonomi atau politik. Hal ini membuat pembacaan pada literatur sejarah Asia Tenggara sering ditempeli dengan penekanan terhadap fakta, penanggalan, nama-nama atau personal tertentu.
“Area studies programs were closed or merged into other units; on the eve of the September 11 attacks, half of the top political science departments in the United States did not have a Middle East studies program. ”
—
Kalimat diatas merupakan tulisan Francis Fukuyama yang dikutip oleh Dr. Budiawan sebagai pembuka diskusi SEA-Talks #5, selasa sore (29 Maret 2016) di ruangan Indonesia Pusat Studi Sosial Asia Tenggara. tulisan yang menggambarkan bagaimana nasib terkini secara kelembagaan dari kajian-kajian kawasan di amerika. Pandangan mengenai Krisis pada kajian kawasan oleh Francis Fukuyama tersebut didukung pula dengan tulisan dari Professor Robert Elson yang menyebutkan bahwa, 10 Tahun yang lalu, Asian Studies di Australia memiliki aktivitas yang kuat. Namun kondisinya sekarang telah menurun, dan diyakini hanya Australia National University yang masih bertahan dalam krisis ini.
Berita tentang penenggelaman kapal negara asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia akhir-akhir ini semakin marak. Nyaris semua media massa memberitakan mengenai tindakan pemerintah ini. Tindakan ini bukanlah hal baru di Indonesia, hanya saja pemberitaannya baru diperhatikan media, dan dianggap tidak biasanya sehingga mendapatkan atensi dari publik.
Di era globalisasi ini dimana hubungan antar Negara menjadi sesuatu yang penting, terlebih hubungan Indonesia dengan negara-negara di ASEAN. Tindakan tegas suatu negara kepada warga negara asing tentu saja akan mempengaruhi hubungan baik kedua negara. Jika kita melihat melalui kasus penenggelaman kapal asing ini maka tindakan pemerintah Indonesia yang mengebom kapal asing tanpa bernegosiasi dengan negara asalnya dapat disimpulkan mempengaruhi hubungan baik kedua negara.
Pikirkan diri Anda sebagai seorang remaja, antusias dengan dunia. Anda memiliki tujuan yang ambisius, yang akan membantu Anda mencapai impian Anda. Anda ingin menjadi guru, pengacara, dokter, atau mungkin insinyur. Anda melihat tubuh Anda sebagai bunga yang baru mekar, dan menikmati membenamkan diri dalam kisah cinta romantis. Namun, kehidupan terkadang membatalkan semua harapan. Anda diminta (atau lebih tepatnya “dipaksa”) untuk menikah untuk meningkatkan nasib keluarga. Anda dipaksa menikah untuk menghindari dosa. Anda dipaksa menikah dengan adat. Anda menjalani hidup Anda sebagai seorang ibu, meskipun Anda masih anak-anak. Anda menikah untuk mematuhi orang tua Anda, dan sekarang Anda harus menaati suami yang tidak Anda kenal. Impian Anda untuk menjadi pengacara, guru, atau dokter langsung goyah.
Siang itu cuaca mendung dan sesaat kemudian hujan turun mengguyur dengan derasnya. Dalam ruang perpustakaan yang tidak sebegitu luas, sekelompok penonton telah duduk manis dan santai, menunggu film Ilo-Ilo arahan Anthony Chen untuk segera diputar. Film berdurasi 100 menit ini, terlepas dari sejumlah penghargaan yang diperolehnya, sangat layak untuk diperbincangkan. Film ini sendiri bersetting tahun 1997, yang kita ketahui pada saat itu negara-negara di kawasan Asia mengalami krisis ekonomi yang dahsyat. Perekonomian lumpuh, pengangguran dimana-mana, Ilo-Ilo merekam semua itu melalui hubungan sederhana majikan dan pembantu, mengikat para tokohnya dalam hubungan sosial-ekonomi yang kemudian berubah makna seiring berjalannya waktu,menjadi hubungan psikologis yang kuat.
Pada minggu pertama dan kedua bulan September, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Kota Pekanbaru Riau bertahan pada status “sangat tidak sehat” dan “berbahaya”. Plt Gubernur Riaupun harus mengumumkan kondisi Darurat Pencemaran Udara. Pasca penetapan status tersebut, tidak juga memberikan arti yang signifikan bagi penanggulangan bencana asap ini. Hingga saat ini jerebu tebal secara fluktuatif masih menyelimuti Kota Pekanbaru, dan kota-kota lainnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Sebaliknya, desakan kepada Plt Gubernur semakin kuat untuk mengevakuasi 6,7 Juta warga Riau, bahkan memunculkan kembali keinginan merdeka bagi sekelompok masyarakat yang kehilangan trust kepada Pemerintah Pusat. Bersamaan dengan bencana jerebu ini juga, desakan tuntutan semakin menjadi-jadi kepada perusahaan HTI dan Perkebunan kelapa sawit, untuk bertanggung jawab, dicabut izinnya dan hengkang dari bumi Riau. Akhirnya, hanya hujan lebat yang dapat meredakan amarah masyarakat yang semakin menggebu akibat jerebu ini
Mengenal lebih dekat negara tetangga kita sendiri tentunya menjadi salah satu jalan dalam rangka integrasi Komunitas ASEAN 2015. Jum’at, 26 Februari 2016 lalu, PSSAT mengadakan acara SEA-Chat Understanding Thailand. SEA-Chat atau Southeast Asian Chat ini merupakan agenda bulanan PSSAT yang mengajak mahasiswa untuk berdiskusi tentang salah satu negara di Asia Tenggara langsung dengan mahasiswa dari negara tersebut. Hal ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang nyata tentang keadaan negara tersebut, saling berbagi informasi dan sebagai jalan untuk memahami satu sama lainnya.
Masyarakat di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya diyakini memiliki kesamaan atau berakar dari sumber yang sama. Hal ini tercirikan dari beberapa budaya, adat istiadat, serta nilai-nilai yang sampai saat ini masih tercermin dalam kehidupan masyarakat di kawasan asia tenggara dan sekitarnya. Tesis ini disampaikan oleh Ronnie Hatley Ph.D dalam presentasinya pada diskusi SEA-TALKS Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM bekerja sama dengan American Institute For Indonesian Studies. Diskusi ini yang diadakan pada kamis, 18 Februari 2016, dengan diikuti oleh puluhan akademisi dan periset dari berbagai latar belakang keilmuan.
ASEAN, Association of Southeast Asian Nations, adalah organisasi geo-politik dan ekonomi negara-negara yang berlokasi di Asia Tenggara, yang dibentuk pada 8 Agustus 1967, dengan menandatangani Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Sebagaimana diatur dalam Deklarasi ASEAN, salah satu maksud dan tujuan ASEAN adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan budaya di kawasan melalui upaya bersama dalam semangat kesetaraan dan kemitraan untuk memperkuat fondasi bagi kesejahteraan dan komunitas damai Negara-negara Asia Tenggara.