• Tentang UGM
  • IT Center
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Sosial Asia Tenggara
Universitas Gajah Mada
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Selayang Pandang
    • Peneliti
    • Peneliti Mitra
    • Mitra
    • Perpustakaan
  • Penelitian
  • Program
    • Konferensi Internasional
    • SUMMER COURSE
    • CESASS Research Fellowship
    • Magang
    • CESASS TALK
    • CESASS Chat
    • SEA Movie
    • Workshop
  • Publikasi
    • Jurnal
    • Buku
    • Prosiding
  • Esai Akademik
    • Ekonomi & Kesejahteraan Sosial
    • Hukum dan Hak Asasi Manusia
    • Media dan Komunikasi
    • Pendidikan
    • Politik dan Hubungan Internasional
    • Sejarah dan Budaya
    • Panduan Artikel
  • Beranda
  • Pos oleh
  • hal. 23
Pos oleh :

pssat

[SEA Talk #9] Membuka Jendela Sinema Asia Tenggara

AktivitasSEA Talk_ind Senin, 10 Oktober 2016

Tidak bisa dipungkiri Film-film Asia Tenggara memiliki posisi tersendiri dan telah mendapat sorotan dunia melalui berbagai bentuk apresiasi. Film-film seperti “Kinatay” karya Briliante Mendoza dari Filipina memenangkan kategori best director pada festival de Cannes pada tahun 2009. Pada tahun 2010, ada film berjudul “Uncle Boonmee” dari Thailand besutan sutradara Apichatpong Weerasethakul yang menyabet gelar Palme d’Or pada ajang yang sama. Terakhir tahun 2016, penghargaan yang sama menjadi milik sineas Indonesia. Karya dari Wregas Bhanuteja berjudul “Prenjak” menjadi film terbaik pada gelaran festival film paling bergengsi tersebut. Fakta diatas menjadi bukti keberhasilan sinema Asia Tenggara dalam mengambil posisi di dalam peta perfilman dunia. read more

“Security Community” dan Jalan Menuju ASEAN Community

Esai AkademikPolitik dan Hubungan Internasional Sabtu, 24 September 2016

Kawasan Asia Tenggara menjadi sorotan dunia ketika pada akhir tahun 2015 kawasan ini secara resmi memberlakukan komunitas ekonomi ASEAN yang merupakan satu bagian dari tiga pilar ASEAN Community. Namun untuk masyarakat internasional, kawasan Asia Tenggara ini merupakan kawasan yang cukup jarang didalami pengetahuannya, sehingga muncul sebuah pertanyaan mengenai apa yang dimaksud dengan Asia Tenggara? Apakah Asia Tenggara hanya merupakan sebuah kawasan yang terdiri dari negara-negara yang memiliki kekayaan budaya, pemakan nasi, penyuka alat elektronik, dan mengutamakan nilai-nilai kekeluargaan? read more

[SEA Movie 2016] Indonesia Raja-Yogyakarta

AktivitasSEA Movie_ind Kamis, 1 September 2016

Sea Movie berkerjasama dengan Minikino menyelenggarakan pemutaran dengan tajuk Indonesia Raja: Yogyakarta. Indonesia Raja sendiri merupakan program Minikono dalam bentuk kolaborasi antar wilayah/kota di Indonesia yang dilakukan berkala, 1 (satu) kali setiap tahun dalam bentuk pertukaran program film pendek.Tahun ini ada beberapa pembuat film dari beberapa kota yang berpartisipasi dalam kegiatan ini dan salah satunya adalah Yogyakarta.

Pemutaran (16/08/2016)menampilkan kompilasi empat film pendek. Semalam Anak Kita Pulang (Adi Marsono/2015), film berdurasi 12 menit dan 41 detik menjadi film pertama dari rangkain film Indonesia Raja. Adi memotret realitas kehidupan di pedasaan yang saat ini tidak lagi menarik bagi generasi muda pencari kerja. Lewat ibu yang merindukan anaknya, film ini menunjukan keresahan seorang ibu yang tak dapat berjumpa dengan anaknya, bahkan anaknya satu persatu pergi ke tempat lain (kota) untuk mengadu nasib. Nilep (Wahyu Agung Prasetyo/2015), mencoba bermain dengan “baik” dan “buruk” lewat perspektif anak-anak yang malah mengarahkan kepada pengertian bahwa, mungkin, saat ini kedua persepsi tersebut masih kekanak-kanakan pada konteks masyarakat Indonesia. Sasi Takon (Wawan Sumarmo/2015), film pendek yang bercerita tentang dampak dari ketabuhan yang dilanggar dan menimbulkan keresahan yang muncul dari pertanyaan seorang anak kepada ibunya. Film ini merekam kondisi pergaulan masyarakat lewat sisi yang berbeda. Film keempat, Bawang Kembar (Gangsar/2015) merupakan film animasi dengan durasi 18 menit. Hal yang menarik dari film ini ialah menggunakan tokoh mitologi Jawa dan juga nilai moral dan kebaikan yang datang dari bahkan tokoh yang dianggap jahat sekalipun. read more

Belajar tentang Perbedaan Hukuman Mati di Negara-Negara Asia Tenggara

Esai AkademikHukum dan Hak Asasi Manusia Senin, 15 Agustus 2016

Negara-negara Asia Tenggara memiliki peraturan hukuman mati sendiri, sebenarnya mereka semua memilikinya sampai Filipina dan Brunei menghapus hukuman mati mereka. Sebagian besar negara-negara Asia Tenggara memiliki kejahatan yang dapat dihukum dengan modal yang sama seperti; penyelundupan narkoba, kepemilikan narkoba jika dianggap sebagai kejahatan terorganisir atau melebihi batas kuantitas, terorisme, pembunuhan, pengkhianatan, spionase, kejahatan perang, melawan kemanusiaan, dan juga genosida. Namun, setiap daerah memiliki perbedaan dalam peraturan tersebut. read more

Cambodian Orphanage Tourism – Ketika Anak Yatim Dijadikan Objek Wisata

Esai AkademikSejarah dan Budaya Kamis, 21 Juli 2016

Tahun 2001 lalu aktris ternama Hollywood,  Angelina Jolie, mengunjungi daerah Kamboja barat ketika ia sedang menjalani syuting film box-officenya Tomb Raider. Angeline lalu jatuh hati dengan seorang bayi mungil yang baru berumur 7 bulan. Setahun kemudian Angelina  resmi mengadopsi bayi tersebut yang kemudian diberi nama ‘Maddox’ dan dirawat hingga kini. Angelina mengakui bahwa dirinya sebenarnya  tidak  ada keinginan untuk mempunyai anak, sebelum dia berjumpa dengan bayi tersebut. Namun ketika ia bermain bersama anak-anak di sebuah sekolah di Kamboja, hal yang kemudian mengubah pikirannya. Kini, Angelina menjadi seorang ibu dari enam orang anak, dan 3 diantaranya melalui proses adopsi. read more

Pariwisata dan Komodifikasi Budaya di Asia Tenggara

Esai AkademikSejarah dan Budaya Selasa, 19 Juli 2016

Apakah Anda pernah pergi ke Borobudur pada saat Waisak? Atau pergi ke Thailand dan melihat banyak toko yang menyediakan kebutuhan para biksu? Tidak jarang, Anda perlu mempersiapkan uang lebih di dompet Anda.

Ya, ritual agama dan tradisi kebudayaan kini mulai dimanfaatkan oleh para penggiat bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan dalih pariwisata berbasis budaya. Beberapa tempat ritual keagamaan menerapkan sistem tiket masuk, atau penggunaan atribut keagamaan yang mengharuskan kita membayar sewa. Selain itu, dampak ekonomi juga dirasakan oleh sekitarnya, seperti bisnis makanan dan parkir. Hal inilah yang sering disebut dengan komodifikasi, yang berasal dari kata komoditas dan modifikasi. Sebagian besar ahli dalam penggunaan kontemporer, mengartikan komoditas sebagai suatu barang atau jasa yang berhubungan dengan mode produksi kapitalis dan dapat ditemukan akibat merambahnya paham kapitalisme, ini merupakan warisan Karl Marx dan ekonom politik awal (Appadurai, 1986). Sependapat dengan Karl Marx, Greenwood (1977) pun menyatakan bahwa segala sesuatu yang dijual diasumsikan sebagai bentuk komoditas, tak terkecuali kebudayaan. Modifikasi artinya mengubah. Apabila disatukan dengan pengertian komoditas tadi, komodifikasi adalah pengubahan suatu benda untuk menjadi komoditas yang benilai ekonomis. Shepherd (2002) menyatakan bahwa seiring dengan meningkatnya permintaan wisata, komodifikasi budaya tak bisa dihindarkan karena para turis ingin merasakan pengalaman berbudaya yang beda dari tempat asal mereka. Perdebatan ini cukup hangat didiskusikan oleh publik dan pemerhati budaya maupun agama. read more

Mencari Titik Temu Kebebasan Beragama dan Kebijakan Publik: Sebuah Pelajaran dari Asia Tenggara

Esai AkademikPolitik dan Hubungan Internasional Sabtu, 25 Juni 2016

Salah satu konsekuensi dari keanekaragaman yang ada di Asia Tenggara adalah munculnya banyak pertanyaan dinamis dan tidak pernah kadaluarsa untuk didiskusikan. Salah satu pertanyaan membuat kita selalu berpikir adalah, bagaimana kawasan ini bertahan dengan ratusan kepercayaan lokal dan pada saat yang sama menerapkan kebijakan publik mengenai aturan beragama? Dr. Dicky Sofjan mendiskusikan jawaban dari pertanyaan ini dalam diskusi SEA Talks #8, pada Sore Kamis, 16 Juni 2016. Dalam pemaparannya, Dr. Dicky menjelaskan bahwa logika agama yang ada di masyarakat sering berbeda dengan kebijakan publik. Hal ini tidak lepas dari pengaruh sistem demokrasi yang dianut hampir semua negara di Asia Tenggara. Menurutnya, penerapan demokrasi menimbulkan adanya unintended consequences, seperti halnya fenomena penyalahgunaan undang-undang, desentralisasi yang menyebabkan ketimpangan, dan juga multi-intrepretasi terhadap keyakinan salah satu kelompok. Di sisi yang lain, negara juga memiliki otoritas yang besar melalui sistem yang berlaku. Seperti halnya Malaysia yang menerapkan Islam sebagai agama nasional dan tercantum dalam konstitusi. Aturan ini kemudian melegitimasi adanya pengusiran jamaah Ahmadiyah di salah satu masjid di Malaysia dan juga aturan-aturan yang mengarah pada diskriminasi minoritas. read more

[SEA Talk #8] Mencari Titik Temu Kebebasan Beragama dan Kebijakan Publik: Sebuah Pelajaran dari Asia Tenggara

AktivitasSEA Talk_ind Kamis, 23 Juni 2016

Salah satu konsekuensi dari keanekaragaman yang ada di Asia Tenggara adalah munculnya banyak pertanyaan dinamis dan tidak pernah kadaluarsa untuk didiskusikan. Salah satu pertanyaan membuat kita selalu berpikir adalah, bagaimana kawasan ini bertahan dengan ratusan kepercayaan lokal dan pada saat yang sama menerapkan kebijakan publik mengenai aturan beragama? Dr. Dicky Sofjan mendiskusikan jawaban dari pertanyaan ini dalam diskusi SEA Talks #8, pada Sore Kamis, 16 Juni 2016. Dalam pemaparannya, Dr. Dicky menjelaskan bahwa logika agama yang ada di masyarakat sering berbeda dengan kebijakan publik. Hal ini tidak lepas dari pengaruh sistem demokrasi yang dianut hampir semua negara di Asia Tenggara. Menurutnya, penerapan demokrasi menimbulkan adanya unintended consequences, seperti halnya fenomena penyalahgunaan undang-undang, desentralisasi yang menyebabkan ketimpangan, dan juga multi-intrepretasi terhadap keyakinan salah satu kelompok. Di sisi yang lain, negara juga memiliki otoritas yang besar melalui sistem yang berlaku. Seperti halnya Malaysia yang menerapkan Islam sebagai agama nasional dan tercantum dalam konstitusi. Aturan ini kemudian melegitimasi adanya pengusiran jamaah Ahmadiyah di salah satu masjid di Malaysia dan juga aturan-aturan yang mengarah pada diskriminasi minoritas. read more

[SEA Movie 2016] Pekan Film Malaysia “Mengintip Tetangga”

AktivitasSEA Movie_ind Jumat, 10 Juni 2016

Seberapa jauh Anda mengenal tetangga Anda? Tetangga barangkali orang terdekat yang justru menyimpan enigma dan tak jarang prasangka. Tapi, sinema bisa membantu Anda menyingkap tabir tetangga terdekat kita: Malaysia. Ada lima film pilihan yang bisa menjadi jendela Anda untuk mengintip tetangga kita Malaysia. Sepet besutan Yasmin Ahmad menguak relasi antaretnis yang pelik di Malaysia. Sementara itu, Ho Yuhang lewat Rain Dog menapaki lorong gelap kondisi etnis Cina di Malaysia. Begitu pula, Songlap besutan duo Effendy Mazlan dan Fariza Azlina Isahak tanpa tedeng aling-aling menguak sisi lain dari gemerlap ibukota Kuala Lumpur. Sebaliknya, Dain Iskandar Said lewat Bunohan membawa Anda mengenali wajah pinggiran Malaysia yang tak kalah rumitnya. Dan, terakhir, Mamat Khalid mengajak Anda mencicipi cita rasa sinema Melayu klasik berbalut gaya ‘film noir’ dalam Kala Bulan Mengambang’ yang sarat dengan alegori politik kontemporer Malaysia. Maka, saksikan sinema Malaysia dan raihlah kesempatan mengenalinya. (Budi Irawanto) read more

Asia Tenggara menjadi MEA atau KEA ?

Esai AkademikPolitik dan Hubungan Internasional Sabtu, 21 Mei 2016

Dalam pelatihan yang dilakukan PSSAT dengan fokus pada peningkatan wawasan Asia Tenggara mencoba melihat kemana kawasan ini akan bergerak. Prof. Muhtar Mas’ud menjadi pembicara yang hadir pada saat itu dengan memulai melihat kembali makna pada Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Menurtnya, bahwa masyarakat berbeda dengan komunitas yang dalam bahasa Inggris mayarakat diartikan society sedangkan komunitas diartikan community. Dalam padangan sosiologi jelas hal itu behubungan dengan makna hubungan dari kedua kata tersebut. Dalam society hubungan yang dibangun atas dasar kebutuhan dan bisa berubah. Sedangkan community memiliki hubungan yang lebih  emosiaonal. Hubungan yang dibangun atas dasar kedekatan misalnya hubungan kekeluargaan, hubungan karena seklan, atau macam sebagainya. Dalam hubungan ini, keanggotaan tidak bisa berubah dan anggota tidak bisa dengan begitu saja menyatakan masuk apalagi keluar. Mas’ud kemudian menyangkan bahwa Indonesia kemudian menerjemahkan Economic Asean Community menjadi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bukan menjadi Komunitas Masyarakat Ekonomi Asean (KEA). Jika berdasarkan komunitas maka bermakna bahwa anggota yang satu tidak akan mencelakakan anggota yang lain. Hal ini berarti tidak akan ada kecurigaan dan dengan sangat yakin mempercayai anggota yang lain. Namun kenyataanya, dalam urusan kepercayaan di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara masih sangat rendah antara satu dan lainnya. read more

1…2122232425

Berita Terakhir

  • Menghidupkan Kembali Kemitraan dengan Pusat Riset Ilmu Sosial dan Budaya Universitas Syiah Kuala (PRISB USK)
  • Membangun Kembali Kolaborasi dengan Thammasat University melalui Puey Ungphakorn School of Development Studies (PSDS)
  • Konferensi SEASREP 2025: Merayakan 30 Tahun Kemajuan Studi Asia Tenggara
  • Pemagang PSSAT Berpartisipasi dalam Konferensi IGSSCI
  • Meninjau Program Magang yang Sedang Berlangsung bersama ACICIS
Universitas Gadjah Mada

Pusat Studi Sosial Asia Tenggara
Universitas Gajah Mada

Gedung PAU, Jl. Teknika Utara
Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
pssat@ugm.ac.id
+62 274 589658

Instagram | Twitter | FB Page | Linkedin | Youtube

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY