Demokrasi merupakan bentuk atau sistem pemerintahan yang dimana seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan perwakilan yang terpilih. Merujuk Dahl prinsip demokrasi tidak berubah tetapi berubah pada bagaimana mekanisme demokrasi di institusi pemerintahan berjalan. Adapun terdapat patologi demokrasi dimana terdapat bentuk pelaksanaan demokrasi yang menyimpang dimana demokrasi melahirkan diktator salah satunya seperti yang terjadi di Asia Tenggara. Praktik politik dinasti kemudian melanggengkan adanya demokrasi yang mengarah ke dictatorial ucap Muhammad Nailul dalam SEA CHAT seri ke 34. Muhammad Nailul merupakan mahasiswa intern di Pusat Studi asia tenggara yang pada sea chat kali ini membawa diskusi tentang diktaror dan politik dinasti serta peran media dalam politisasi sejarah.
Diskusi mengambil dua negara Asia Tenggara sebagai refrensi dari kasus dari demokrasi yang menyimpang yang berbentuk otoriter dan dijalankan melalui mekanisme politik dinasti. Filipina sebagai Negara pertama, dibahas dengan melihat corak politik Keluarga Marcos atau Marcos Family, dimana presiden Marcos SR menjabat sebagai presiden Fipina selama 21 tahun yang dimana pada tahun 2022 estafet kepresidenan Filipina dilanjutkan oleh anaknya Marcos JR. Indonesia sebagai Negara kedua dibahas dengan melihat corak politik pembangunan otoriter yang dilakukan Soeharto semasa menjabat sebagai presiden Indonesia selama 30 tahun adapun corak politik dinasti Soeharto tidak terlihat dalam dunia politik melainkan pada bidang ekonomi melalui kue-kue pembangunan.
Kegagalan demokrasi yang diakibatkan oleh adanya dinasti keluarga merujuk pada Craston dikatakan sebagai bentuk untuk mempertanyakan legitimasi demokrasai Negara tersebut. Dalam prakteknya pemasaran nama besar keluarga menjadi sebuah alat mengenal suatu tokoh politik. Atas hal tersebut perputaran posisi yang ditawarkan pada sistem demokrasi hanya berputar pada tokoh-tokoh tertentu saja dan mencerminkan tidak adanya keterbukaan yang ditunjukkan dengan adanya tokoh politik alternatif. Adapun kondisi ini diperparah dengan adanya penggunaan media sosial sebagai wahana produksi informasi yang bersifat propaganda dengan memuat konten-konten politik dan keluarga yang bersangkutan. Media menjadi wahana untuk memberikan citra, mitos dan legenda yang semuanya ditujukan membangun citra keluarga politik yang bersangkutan
Sebagai penutup Muhammad Nailul menyarankan adanya usaha memberikan masyarakat pengetahuan yang diperlukan agar selalu waspada terkait segala bentuk informasi yang tersebar di internet. Untuk mengisi peran tersebut menurut Nailul diperlukan media yang Netral dalam memproduksi dan mengartikulasi informasi yang diterima masyarakat.
Ditulis oleh : Ilham Ramadhan dan Tom Bartley