• Tentang UGM
  • IT Center
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Sosial Asia Tenggara
Universitas Gajah Mada
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Selayang Pandang
    • Peneliti
    • Peneliti Mitra
    • Mitra
    • Perpustakaan
  • Penelitian
    • Penelitian
    • Kluster
  • Program
    • Konferensi Internasional
      • Konferensi Urbanisasi Asia Internasional ke-17
      • SEA MCA 2021
      • Symposium on Social Science 2020
      • Symposium on Social Science 2018
    • SUMMER COURSE
      • Summer Course 2021
      • Summer Course 2022
      • Summer Course 2023
      • PROGRAM SUMMER COURSE MMAT 2024 SOCIAL TRANSFORMATION IN CONTEMPORARY SOUTHEAST ASIA
    • CESASS Research Fellowship
    • Magang
      • MAGANG DOMESTIK
      • Aktivitas Magang
      • Essay Magang
    • CESASS TALK
    • CESASS Chat
    • Program Sebelumnya
      • SEA Talk
      • SEA Chat
      • SEA Movie
    • Pelatihan
      • Workshop Kominfo
  • Publikasi
    • Jurnal
    • Buku
    • Prosiding
  • Esai Akademik
    • Ekonomi & Kesejahteraan Sosial
    • Hukum dan Hak Asasi Manusia
    • Media dan Komunikasi
    • Pendidikan
    • Politik dan Hubungan Internasional
    • Sejarah dan Budaya
    • Panduan Artikel
  • Beranda
  • 2022
  • hal. 2
Arsip:

2022

Kunjungan Pemerintah Kabupaten Kediri: Koordinasi Sinergitas TSLP dengan Visi Misi Daerah Melalui Forum TSLP

Aktivitas Wednesday, 5 October 2022

Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) UGM mengadakan audiensi dengan Tim Pemerintah Kabupaten Kediri Jatim pada hari Kamis, 29 September 2022. Dalam pertemuan ini antara lain dibahas tentang rencana pembentukan Forum Pelaksana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (FP-TSLP) yang akan dilakukan oleh Bappeda Kabupaten Kediri. 

Tim PSSAT yang dipimpin Prof. Dr. Hermin Indah Wahyuni memaparkan konsep dan pengalaman ketika melakukan revitalisasi terhadap forum serupa di Kabupaten Kulon Progo. Pokok bahasan yang dipresentasikan mencakup: landasan yuridis/regulasi, struktur kelembagaan, tata kelola, interelasi para pihak, dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan akuntabilitas dan transparansi.

Pada kesempatan itu, Plt. Kepala Badan Pengembangan Daerah (Bappeda), Dr. Ir. H. Moch. Saleh Udin, M.M., menyampaikan latar belakang terbentuknya TSLP dan praktiknya di lapangan. Salah satu kendala yang umum terjadi di beberapa kabupaten adalah kesulitan dalam mengumpulkan para stakeholder untuk membahas hal-hal yang harus dipecahkan bersama. Pj. Sekda Pemkab Kediri, Ir. Adi Suwignyo, M.Si., juga menegaskan tentang itu. Untuk itu, PSSAT-UGM memberikan solusi berupa penerapan aplikasi digital yang bisa menjembatani masalah tersebut. Dengan tata kelola FP-TSLP yang baik dan didukung oleh teknologi yang mumpuni, maka permasalahan klasik di lapangan dapat dijembatani.

[SEA-Chat #31] Corporate Social Responsibility in Vietnam Case of Domestic Leading Pharmaceutical Companies

AktivitasSEA Chat_ind Monday, 26 September 2022

Pada Rabu (22/09), Pusat Studi Sosial Asia Tenggara Universitas Gadjah mada (PSSAT UGM) kembali menyelenggarakan Southeast Asian Chat (SEA Chat), sebuah agenda diskusi yang membahas isu sosial yang terjadi di Asia Tenggara. Dalam SEA Chat ke-31 ini,  PSSAT UGM menghadirkan Vu Duc Hoa, mahasiswa ASEAN Master in Sustainability Management dari UGM. Hoa memaparkan penelitiannya yang berjudul “Corporate Social Responsibility in Vietnam: Case of Domestic Leading Pharmaceutical Companies.” 

 

Hoa memulai pemaparan materinya dengan menjelaskan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai komitmen mendasar bagi perusahaan untuk memberi kembali dan berkontribusi kepada masyarakat untuk kebaikan. Ia menyatakan bahwa CSR penting di Vietnam, karena Vietnam merupakan salah satu dari 17 negara dengan pertumbuhan industri farmasi tertinggi, yang dikenal sebagai pharmerging country. Dalam penelitian ini, Hoa memilih 8 dari 180 pabrik farmasi sebagai sample objek analisis implementasi CSR di Vietnam. Untuk menganalisis permasalahan tersebut, ia menggunakan empat pilar dalam CSR: Economic Responsibility, Legal Responsibility, Ethical Responsibility, dan Philanthropic Responsibility. 

 

Dari pilar economic responsibility, hasil penelitian Hoa menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan ini telah memastikan pendapatan dan laba bersih sekitar 588.550.000 pada tahun 2021, serta menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan dengan total 9.000 karyawan. Selanjutnya pada law responsibility, Hoa menjelaskan bahwa Vietnam belum memiliki undang-undang tentang CSR yang lengkap untuk menjadi dasar hukum yang kokoh, sehingga perusahaan hanya mengadopsi undang-undang dan hukum pajak Vietnam yang terkait dengan kawasan lingkungan. Pada pilar ethical responsibility, 8 perusahaan di Vietnam berhasil mengadopsi tradisi dari tiga doktrin: Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme, karena ketiganya adalah doktrin yang paling populer di Vietnam. Terakhir, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 8 perusahaan telah memenuhi philanthropic responsibility, terutama melindungi lingkungan dengan mengadopsi standar Vietnam dan standar ISO. 

 

Di akhir pemaparannya, Hoa menyimpulkan bahwa implementasi CSR di Vietnam masih dalam tahap awal, mengingat Vietnam masih belum memiliki standar khusus tentang undang-undang CSR. Dengan demikian, masing-masing perusahaan menggunakan cara mereka sendiri untuk menerapkan aturan, yang menyebabkan mereka gagal memenuhi persyaratan CSR. Ia juga menyatakan bahwa bagi perusahaan yang tidak memperhatikan dan melakukan CSR serta tanggung jawab sosial lainnya dengan baik dapat kehilangan akses ke pasar karena kesadaran konsumen, pembuat kebijakan, investor, dan LSM terhadap kebijakan ini.

 

SEA Chat #31 berakhir setelah sesi tanya jawab, yang diisi dengan diskusi antara pembicara dan peserta tentang penelitian. CSR sebagai bentuk kontribusi sosial adalah salah satu kewajiban yang terkadang dilupakan oleh perusahaan, ditambah dengan tidak banyaknya masyarakat yang paham betul keberadaan CSR beserta praktisnya. Padahal, perusahaan dan pabrik adalah subjek raksasa yang seringkali membawa kerugian bagi warga sosial serta lingkungan sekitarnya. Adanya diskusi ini diharapkan dapat mengangkat kesadaran dan kepedulian seluruh lapisan masyarakat atas penerapan CSR di lingkungan sekitar.

 

Oleh:  Farah Diana Patcha

SEA CHAT #30: Under the Shadow of Merapi: Merapi’s Eruption Mitigation in the Late Colonial Era 1930-1940’s & Migration and Identity Negotiation Among Youth in Southeast Asia: Coming of Age Phenomenon

AktivitasSEA Chat_ind Monday, 5 September 2022

Center for Southeast Asian Social Studies Universitas Gadjah Mada mengadakan diskusi panel bertajuk SEA CHAT #30 yang dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2022. Secara umum, CESASS UGM memiliki kepedulian terhadap isu-isu sosial, ekonomi, politik, dan budaya di kawasan Asia Tenggara. seperti yang tertuang dalam diskusi panel. ini. Pada SEA CHAT #30, pembicara akan dibawakan oleh Sodya Yadyaunnajabah dari UPN “Veteran Yogyakarta” jurusan Manajemen Bencana, dan sesi kedua oleh Fadel Ikram dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sosiologi.

Pada sesi pertama SEA CHAT #30, Sodya mempresentasikan topik yang berjudul “Under the Shadow of Merapi: Merapi’s Eruption Mitigation in the Late Colonial Era 1930-the 1940s“. Pembahasan terkait erupsi ini bermula dari kekhawatiran akan potensi ancaman Indonesia terhadap bencana, terutama dari letusan gunung, dalam ruang lingkup penelitian erupsi Gunung Merapi tahun 1930-1940. Dalam diskusi ini, Sodya mempresentasikan bagaimana masyarakat dapat menangani bencana baik dari pihak organisasi maupun pemerintah dalam menyikapi erupsi Gunung Merapi tahun 1930-1940. Pada masa penjajahan Belanda 1905-1922, pemerintah Belanda memiliki beberapa instansi untuk menangani penanggulangan bencana. Realisasi dari badan penanggulangan bencana ini pun beragam mulai dari pembangunan menara pemantau hingga pemetaan daerah-daerah dengan potensi bencana yang tinggi. Pemerintah Belanda juga membentuk kebijakan untuk menghadapi letusan, khususnya Gunung Merapi pada masa pemerintahannya.

Kemudian pada sesi kedua SEA CHAT #30, Fadel membawakan topik yang berjudul “Migration and Identity Negotiation Among LGBTQIA+ in Southeast Asia Coming of Age Phenomenon“. Fadel memulai dengan bagaimana migrasi internal di kalangan pemuda merupakan arus penduduk terbesar di sebagian besar negara berkembang dan terkait erat dengan distribusi pembangunan yang tidak merata dan persiapan untuk dewasa misalnya pendidikan, pekerjaan, pernikahan, dll. Apalagi dengan perkembangan teknologi. , pemuda masa depan diprediksi akan lebih mobile dari sebelumnya. Migrasi itu sendiri, seringkali dianggap sebagai bagian dari ritus peralihan bagi kaum muda di banyak bagian Asia Tenggara sebelum menikah. Dalam konteks Indonesia, ada penekanan pada migrasi atau “merantau” untuk mencari lebih banyak pengalaman, dan dalam konteks Asia Tenggara, itu sangat umum. Masa muda merupakan masa yang sangat krusial dalam transisi dan pembentukan menuju masa dewasa, dalam konteks migrasi, masa migrasi ini sangat penting dalam pembentukan dan eksplorasi identitas. Selama masa migrasi ini, kaum muda cenderung lebih bebas dari pengawasan orang tua, norma-norma keluarga tradisional, dan koneksi ke kampung halaman mereka yang menjadikan masa migrasi ini sebagai tempat untuk menjalankan agensi individu. Selain sebagai salah satu faktor pendorong, seksualitas dan identitas juga dianggap sebagai aspek penting dalam hal integrasi dan inkorporasi pemuda ke dalam ‘new society’ selama migrasi. Di Asia Tenggara, tidak ada negara yang membolehkan penyatuan atau perkawinan secara legal bagi orang-orang LGBTQIA+, karena dapat dikatakan bahwa hak-hak komunitas LGBTQIA+ sangat kurang. Setiap negara di Asia Tenggara memiliki persepsi dan tingkat toleransi yang berbeda terhadap komunitas LGBTQIA+, yang akan menjadi sangat penting dalam menentukan dan membentuk pengalaman migrasi pemuda LGBTQIA+. Kemudian, diskusi panel ini ditutup dengan diskusi antara pemateri dan peserta.

MMAT 2022 SUMMER COURSE PROGRAM (RE)CONSTRUCTING SOUTHEAST ASIA: The Narrative of ASEAN Identity

Aktivitas Tuesday, 30 August 2022

Pada tanggal 1 – 20 Agustus 2022, Pusat Studi Sosial Asia Tenggara Universitas Gadjah Mada (PSSAT UGM) melangsungkan kegiatan Mengajar dan Meneliti Asia Tenggara (MMAT) Summer Course 2022 berskala internasional secara daring dengan tema utama “(Re)constructing Southeast Asia: The Narrative of ASEAN Identity”. Program tahunan ini adalah salah satu upaya PSSAT UGM untuk menarik minat mahasiswa dan peneliti untuk menimba ilmu dan berdialog tentang Asia Tenggara dengan dosen internasional, peneliti, dan pakar studi Asia Tenggara.

Dalam sesi opening ceremony yang berlangsung pada hari Senin, 1 Agustus 2022, Prof. Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni sebagai acting director PSSAT UGM dan Drs. Muhadi Sugiono. M.A. sebagai ketua penyelenggara menyampaikan bahwa program MMAT Summer Course 2022 ini diikuti oleh 58 peserta dari berbagai negara, yaitu Thailand, Vietnam, Rusia, Meksiko, Italia, Uganda, Bulgaria, dan Indonesia. Selanjutnya, sesi materi diberikan oleh 11 dosen yang berasal dari berbagai universitas internasional seperti University of the Philippines, SOAS (UK), National University of Malaya & University Sains Malaysia (Malaysia), Sophia University & Kyoto University (Jepang), Busan University of Foreign Studies (Korea Selatan), Bundeswehr University (Jerman), Tamkang University & National Chengchi University (Taiwan), serta 7 dosen dari 3 fakultas dan pusat studi yang berbeda di Universitas Gadjah Mada. Berikut ini adalah daftar dosen tersebut:

  • Drs. Muhadi Sugiono, M.A. (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)
  • Prof. Naoki Umemiya (Center for Global Education and Discovery Sophia University, Jepang)
  • Prof. Dr. phil. Hermin Indah Wahyuni, S.I.P., M.Si, (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)
  • I Gusti Agung Made Wardana S.H., LL.M., Ph.D. (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)
  • Dr. Phil. Vissia Ita Yulianto (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)
  • Dr. Ben Murtagh (SOAS Centre of South East Asian Studies, University of London, United Kingdom)
  • Dr. Kosuke Mizuno (Kyoto University, Jepang)
  • Dr. Kar Yen Leong (Tamkang University, Taiwan)
  • Dr. Deasy Simandjuntak (National Chengchi University, Taiwan)
  • Prof. Dr. Mohammad Reevany Bustani (Center for Policy Research & International Studies (CenPRIS); Universiti Sains Malaysia, Malaysia)
  • Budi Irawanto, M.A., Ph.D (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)
  • Prof. Jian-Bang Deng (Tamkang University, Taiwan)
  • Prof. Dr. Timothy Williams (Chairman of Research Centre RISK University of the Bunderwehr Munich, Jerman)
  • Sharifah Munirah Alatas, Ph.D. (National University of Malaysia, Malaysia)
  • Prof. Gu Bo-Kyeung (Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan)
  • Prof. Emeritus Maria Serena Icasiano Diokno (University of the Philippines and SEASREP, Filiphina)

Kuliah perdana diberikan oleh Prof. Emeritus Maria Serena Icasiano Diokno dari University of the Philipines dan Drs. Muhadi Sugiono, M.A. dari Universitas Gadjah Mada yang membahas “The Ontology of Southeast Asia” dan “The Narrative of ASEAN Identity”. Perkuliahan berlangsung dengan partisipasi aktif dari peserta dan diskusi yang sangat menarik karena kedua pemateri berhasil menunjukkan bahwa identitas Asia Tenggara dan identitas ASEAN sebagai ceruk yang masih sangat hangat untuk didiskusikan.

Kegiatan MMAT Summer Course 2022 ditutup dengan acara closing ceremony yang dihadiri oleh para peserta dan perwakilan dosen-dosen pengajar. Acara closing ceremony dimulai dengan pengumuman tiga peserta terbaik yang mewakili peserta dari negara Indonesia, Rusia, dan Thailand. Acara dilanjutkan dengan pemberian kesan pesan dari para peserta dan dosen pengajar. Akhirnya, secara resmi acara diakhiri dengan sesi foto bersama serta ungkapan terima kasih kepada para peserta dan dosen pengajar yang telah membantu terselenggaranya MMAT Summer Course 2022.

 

MMAT 2022 SUMMER COURSE PROGRAM

Center for Southeast Asian Social Studies

1 – 20 Agustus 2022

SEA CHAT #29: Indigenous People in Regional Institution: A Comparative Perspective between ASEAN and the Arctic Council

AktivitasSEA Chat_ind Monday, 29 August 2022

Pada hari Jumat (26/08), Pusat Studi Sosial Asia Tenggara Universitas Gadjah Mada (PSSAT UGM) menyelenggarakan the Southeast Asian Chat (SEA CHAT). Ini merupakan SEA CHAT ke-29 setelah beberapa bulan agenda ini ditunda akibat adanya pandemi Covid-19. Agenda ini merupakan agenda rutin yang diselenggarakan oleh PSSAT UGM untuk berdiskusi mengenai negara-negara di Asia Tenggara terkait isu sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Presentasi dan diskusi ini disampaikan oleh M Dwiki Mahendra, seorang mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta yang juga sedang magang di PSSAT UGM.

Dalam sesi SEA CHAT kali ini, Dwiki sebagai pembicara mempresentasikan penelitiannya tentang “Indigenous Peoples in Regional Institutions: “A Comparative Perspective between ASEAN and the Arctic Council”. Dalam kerangka ASEAN, sebagai organisasi regional Asia Tenggara, Dwiki mengatakan bahwa tidak ada referensi eksplisit yang dibuat untuk masyarakat adat meskipun minatnya dalam mempromosikan keragaman budaya dan etnis di kawasan Asia Tenggara. Sebaliknya, Deklarasi Ottawa Dewan Arktik dibuat dengan memasukkan masyarakat adat. Dwiki menyimpulkan bahwa model tersebut diterapkan oleh Dewan Arktik juga dapat digunakan untuk ASEAN karena kesamaan antara lembaga-lembaga ini.

Kelas ini ditutup dengan sesi tanya jawab dan juga diskusi antara peserta yang hadir. Adanya penelitian dan diskusi tentang topik ASEAN, diharapkan peserta bisa memperkaya pengetahuan mereka dan mengenal lebih jauh tentang ASEAN.

Penyelenggaraan Research Topic Class: Case Study “Thai Politics” oleh PSSAT UGM

Aktivitas Thursday, 11 August 2022

Pada Kamis (8/4) lalu, Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) menyelenggarakan Kelas riset topik yang mengangkat tema “Politik di Thailand”. Kegiatan ini merupakan kegiatan internal rutin yang diselenggarakan oleh PSSAT UGM. Dalam kelas yang dihadiri oleh peserta magang PSSAT UGM ini, pemaparan materi diskusi dilakukan oleh Aniello Iannone, Peneliti Junior Geopolitik ASEAN di Institut Analisis Hubungan Internasional Italia, dan Wuttipong Wongprakob, mahasiswa asal Thammasat University yang sedang mengikuti kelas Bahasa Indonesia di PSSAT UGM. 

Aniello Iannone sebagai pemateri pertama memaparkan hasil penelitiannya yang berjudul “Democracy Crisis in South-East Asia: Media Control, Censorship, and Disinformation during the 2019 Presidential and General Elections in Indonesia, Thailand and 2019 Local Election in the Philippines” yang telah dipublikasikan dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dengan menggunakan teori hegemoni dari Gramsci, Aniello menjelaskan hasil penelitiannya yang mendapatkan bahwa media sosial sangat berpengaruh sebagai alat propaganda bagi aktor politik untuk mencapai kepentingannya dalam pemilu. Kesimpulan tersebut ditarik berdasarkan kasus dari ketiga negara, yang mana para pembawa kepentingan politik saling menyebarkan berita hoax dan propaganda secara cepat melalui media sosial, hingga akhirnya masyarakat mempercayai berita yang tersebar secara cepat tersebut tanpa mengetahui kebenaran sesungguhnya. 

Sesi kedua dari kelas riset topik selanjutnya diisi oleh Wuttipong Wongprakob, yang mempresentasikan materi yang berjudul “Situasi Politik di Thailand”. Wuttipong membuka kelas dengan penjelasan sejarah kerajaan di Thailand, hingga terjadinya transisi Pemerintahan Thailand dari monarki absolut menjadi monarki konstitusional. Tak lupa, Wuttipong juga menjelaskan dinamika politik di Thailand yang terjadi di setiap pergantian kepala negara. Wuttipong menyebutkan bahwasannya saat ini masyarakat Thailand sedang memperjuangkan kebebasan bagi kehidupan mereka, dengan cara menggelar berbagai aksi yang ditujukan kepada Pemerintah Thailand. 

Kelas kali ini ditutup dengan sesi tanya jawab serta diskusi antara peserta magang, pemateri, beserta staf PSSAT UGM yang bergabung dalam kesempatan ini. Dengan diselenggarakannya kelas riset topik tentang politik Thailand, diharapkan peserta magang dapat memperoleh topik esai untuk publikasi sebagai syarat tugas akhir magang di PSSAT UGM.

Penulis: Farah Diana Patcha & Dinda Bariqul Zahfa

CESASS UGM Menyambut Kedatangan Tamu dari Korean Institute of ASEAN Studies – Busan University of Foreign Studies (KIAS – BUFS), South Korea

Aktivitas Friday, 29 July 2022

Pada hari Jumat (22/07), Pusat Studi Sosial Asia Tenggara mendapat kunjungan dari Korean Institute of ASEAN Studies – Busan University of Foreign Studies (KIAS – BUFS), South Korea. Pertemuan tersebut diadakan di PSSAT UGM dan peserta yang hadir dari BUFS adalah Prof. Kim Dong- Yeob (Director of Korea Institute  for ASEAN Studies), Prof. Gu Bokyung (Research  Professor, Korea Institute  for ASEAN Studies), Dr. Muhammad  Zulfikar  Rakhmat (Research  Professor,  Korea Institute for ASEAN Studies), Moon Sun Park (Research  Assistant, Korea Institute  for ASEAN Studies), sedangkan dari PSSAT UGM adalah Prof. Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni (Direktur Pelaksana PSSAT UGM), Drs. Muhadi Sugiono, M.A. (Kepala Divisi Penelitian PSSAT UGM dan dosen Fisipol UGM), Dr. phil. Vissia Ita Yulianto (Kepala Program dan Publikasi PSSAT UGM), Lidwina Mutia Sadasri, S.I.P., M.A. (Dosen di Departemen Ilmu Komunikasi), dan Desintha Dwi Asriani, S.Sos., M.A. (Dosen dari Departemen Sosiologi).

Tujuan dari kunjungan dan pertemuan ini adalah saling memperkenalkan diri antara PSSAT UGM dan KIAS-BUFS yang meliputi profil, fokus penelitian, dan kegiatan apa saja yg dilakukan PSSAT UGM. Selain itu kedua organisasi ini juga sepakat melakukan penandatanganan MoA (Memorandum of Agreement) antara PSSAT UGM dan KIAS-BUFS yang di dalamnya menjelaskan bahwa pada masa mendatang, KIAS-BUFS berharap bisa bekerja sama dengan PSSAT UGM.

Kerjasama yang diharapkan antara PSSAT UGM dan KIAS-BUFS yaitu dalam hal pertukaran peneliti dan pelajar untuk tujuan penelitian dan pendidikan, pertukaran informasi dan data antara Korea Selatan, Indonesia, dan Asia Tenggara, mengadakan dan berpartisipasi dalam program dan konferensi penelitian bersama, serta bisa saling berkolaborasi untuk peningkatan penelitian lainnya.

Author: Muhammad Naufal Rizky

[SEA-TALK #45] Menegosiasikan Strategi Mediasi Orang Tua Penggunaan Media Digital Remaja di Keluarga Muslim Jawa Perkotaan dan Pedesaan

AktivitasSEA Talk_ind Tuesday, 17 May 2022

“Di era ini, dimana penggunaan digital telah menjadi masif, akses yang mudah ke internet menjadi hal penting bagi semua orang termasuk anak-anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk melindungi anak-anak mereka dari pedang bermata dua internet, yang meskipun begitu banyak manfaat yang ditawarkan, juga membuat mereka terpapar pada beberapa hal yang merugikan”, kata Nobertus R. Santoso, dosen ilmu komunikasi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada rangkaian webinar South East Asia Talk (SEA TALK) ke-45, yang diselenggarakan oleh Center for Southeast Asian Social Studies (CESASS), Universitas Gadjah Mada

Topik tentang “Menegosiasikan Strategi Mediasi Orang Tua dalam Penggunaan Media Digital oleh Remaja di Keluarga Muslim Jawa Perkotaan dan Pedesaan” merupakan temuan awal dari proyek PhD-nya di perguruan tinggi Komunikasi Massa, Universitas Filipina, Nobertus.

Berputar di sekitar budaya keluarga Muslim Jawa, Ia menyelidiki bagaimana orang tua menyesuaikan diri dengan normal baru penggunaan digital, mengadopsi strategi mediasi dengan prinsip memaksimalkan manfaat, dan meminimalkan risiko online. Nobertus, secara khusus memperhatikan strategi mediasi orang tua dengan mengintegrasikan tiga tingkat analisis, yaitu tingkat budaya, tingkat orang tua, dan tingkat remaja.

Dilihat dari tataran budaya, nilai-nilai Jawa dan Islam mempengaruhi sifat pengasuhan, seperti tata krama (kata bahasa Jawa untuk kesantunan) dan peran tradisional orang tua. Ia menemukan bahwa peran ayah Jawa adalah pencari nafkah keluarga yang harus melindungi remaja mereka dari bahaya penggunaan digital dan untuk memberikan pendidikan serta kebutuhan keuangan, sementara ibu Jawa, sebagai pengasuh, memiliki tanggung jawab besar untuk membantu mereka. anak-anak mengembangkan karakter mereka sambil juga melindungi nilai-nilai Islam di rumah mereka. Menariknya, banyak orang tidak menyadari bahwa peran pembatasan ini didasarkan pada konsep “status perempuan” dalam keluarga muslim Indonesia, yang oleh Julia Suryakusuma disebut sebagai “ibuisme negara/keibu”—an ideologi yang mendefinisikan perempuan sebagai embel-embel dan pendamping bagi suaminya, sebagai penerus bangsa, mengukuhkan perannya sebagai ibu dan pendidik anak, sebagai pembantu rumah tangga, dan sebagai anggota masyarakat Indonesia dalam urutan yang tepat.[1]

Pada studi tingkat kedua, tingkat orang tua, ditunjukkan bagaimana orang tua Jawa menggunakan berbagai gaya pengasuhan yang mempengaruhi pertumbuhan remaja seperti permisif, otoriter, otoritatif, dan lalai atau tidak terlibat. Penting juga untuk diketahui bahwa pola asuh dalam keluarga Muslim Jawa mengutamakan kepatuhan, keyakinan agama, kesopanan, dan oleh karena itu adalah tugas orang tua untuk mengajari anak-anak mereka bagaimana memanfaatkan platform digital secara bertanggung jawab sekaligus mengurangi dampak negatif yang menyertainya mereka.

Terakhir, melalui tingkat remaja, Nobertus mengamati bagaimana para remaja digital savvy yang kini tampak menjalani kehidupan online cenderung menyembunyikan aktivitas internet mereka dari orang tua mereka. Selain itu, platform media digital mendorong remaja untuk menghasilkan rasa harapan sosial: kebebasan, kepercayaan, otonomi, dan tanggung jawab untuk penggunaan media digital. Namun, penting juga untuk dicatat bahwa latar belakang demografis menentukan sejauh mana remaja terpapar penggunaan media digital, karena remaja perkotaan jelas memiliki lebih banyak paparan penggunaan digital dibandingkan dengan remaja yang tinggal di daerah pedesaan. Dengan demikian, karakteristik ini harus dipertimbangkan dalam meneliti strategi mediasi orang tua.

Kajian Nobertus mengisi celah di mana studi-studi sebelumnya berfokus pada peran ibu Muslim dengan sama-sama memperhatikan untuk memasukkan peran ayah Muslim dalam mengelola penggunaan internet remaja di bawah persimpangan pengaturan budaya, agama, dan geografis. Studi lapangannya dilakukan pada bulan Maret. 2021 di Yogyakarta, Indonesia. 

[1] Suryakusuma, Julia I. (1996). “Negara dan Seksualitas di Indonesia Orde Baru.” Dalam Laurie Sears (ed.), Fantasi Feminin di Indonesia. Durham: Duke University Press, hal. 101.

[SEA-TALK #44] The Other: Reading Islamic Literature in the 21st Century Southeast Asia

AktivitasSEA Talk_ind Thursday, 17 March 2022

Center for Southeast Asian Social Studies Universitas Gadjah Mada mengadakan diskusi panel bertajuk SEA Talk #44 yang diselenggarakan pada tanggal 10 Maret 2022. Secara umum, CESASS UGM memiliki kepedulian terhadap sosial, ekonomi, politik, dan isu-isu budaya di kawasan Asia Tenggara sebagaimana disampaikan dalam diskusi panel. Dalam pembicaraan SEA Talk #44 ini, Prof. Dr. phil. Hermin Indah Wahyuni, S.IP, M.Si. selaku ketua CESASS UGM membuka dan menyambut peserta dan pembicara yang telah bergabung dan berpartisipasi dalam diskusi panel SEA Talk #44. Pembicara akan dibawakan oleh Drs. Moh. Arif Rokhman, M.Hum. Ph.D., yang merupakan Dosen Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.

Pada sesi pertama SEA Talk #44, Muh. Arif Rokhman mengangkat topik yang berjudul “Hal lain dalam Sastra Islam Abad 21 di Indonesia” khususnya di awal abad 21. Muh. Arif Rokhman mengatakan bahwa penelitian ini merupakan karya sastra yang ditulis oleh para penulis dari Forum Lingkar Pena, sebuah asosiasi penulis Muslim di Indonesia. Teori yang diterapkan adalah postkolonial meliputi perjumpaan, mimikri, dan hibriditas. Presentasi berfokus pada analisis tekstual fokus pada pertemuan Muslim Indonesia dengan orang lain, termasuk orang barat, ikon dari budaya populer barat, Muslim asing, dan non-Muslim Indonesia. Muh. Arif Rokhman mengawali analisis dengan menelusuri asal usul sastra Islam yang berasal dari Sumatera dengan terbitnya novel ‘Kehilangan Mestika’ pada tahun 1935. Hal ini diikuti dengan munculnya sekelompok pengarang Muslim dari Sumatera antara lain Hamka, Rifa’I Ali, dan A Hasmy . Pembahasan Islam sebagai sebuah konsep dalam sastra muncul pada tahun 1930-an. Berawal ketika Hamka menjadi redaktur Pedoman Masjarakat. Pada tahun 1940, sastrawan Sumatera terus memainkan peran penting dalam diskusi sastra Islam. Pada tahun 1943 peran sastra sebagai sarana penunjang dakwah digagas oleh Dimyati. Pada pertengahan 1950-an, kelompok budaya Islam menetapkan keyakinan artistik mereka sebagai tanggapan terhadap Lekra yang berafiliasi dengan Komunis dan manifesto humanis universal yang disebut Mukadimah dan Surat Kepercayaan Gelanggang Pada 1960-an, Lesbumi sendiri didirikan untuk melawan aktivitas Lekra. Tahun 1970-an dan 1980-an dianggap sebagai periode sastra yang terkenal dengan ‘kembali ke akar tradisi’, masa di mana tradisi diprioritaskan sebagai sumber inspirasi utama karya sastra mereka. Pada tahun 1984, Hasjmy mengajukan rumusan yang menarik tentang esensi sastra Islam dalam bukunya yang berjudul “Apa Tugas Sastrawan Sebagai Khalifah Allah”. Kemudian Moh. Arif Rokhman melanjutkan diskusi mengenai pembentukan Forum Lingkar Pena yang dibentuk pada masa reformasi Indonesia tahun 1997 dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dengan tujuan untuk mempromosikan Islam melalui sastra. Kegiatannya meliputi perekrutan calon penulis, dan pelatihan serta penerbitan tulisan mereka.

Hasil penelitiannya adalah, bahwa karakter Islami tetap kuat dalam keyakinan Islam mereka sementara orang Barat mengalami transformasi yang cukup besar mengenai kepekaan agama mereka. Kedua, ikon barat memberikan energi dan inspirasi yang cukup bagi karakter lokal untuk mengubah diri mereka sendiri untuk membawa perubahan di lingkungan terdekat mereka. Perjumpaan antara tokoh utama Muslim Indonesia dengan Muslim dari bangsa lain memberikan ruang untuk berargumentasi bahwa Muslim Indonesia memiliki “akhlaq” yang sempurna. Terakhir, Muh. Arif Rokhman menjelaskan bahwa menghadapi masyarakat Muslim Indonesia dan sesama masyarakat Indonesia menggambarkan pertemuan antara Muslim Indonesia yang saleh dan Indonesia Kristen dan juga Indonesia Jawa yang beragama Islam nominal, sehingga protagonis tetap kuat dengan keyakinannya dan menangani pelanggaran prinsip-prinsip Islam, kepercayaan tradisional, dan penginjilan.

SEA CHAT #28: Labour Rights, Laws, and Abuses in Indonesia & Coral Reef Conservation in Indonesia

AktivitasSEA Chat_ind Friday, 18 February 2022

Pada (11/2), SEA Chat#28 diselenggarakan oleh PSSAT UGM secara daring dengan mengundang dua pembicara. Pembicara pertama adalah William Halloran dari Western Sydney University, Australia. Halloran memaparkan materinya mengenai “Labour Rights, Laws, and Abuses in Indonesia”. Dalam sesi ini, isu yang dibahas Halloran meliputi tiga hal. Pertama, dampak pandemi Covid-19 terhadap industri di Indonesia, khususnya sektor kesehatan yang berkaitan dengan hak pekerja kesehatan. Kedua, kontroversi OMNIBUS LAW. Ketiga, masalah mengenai hak pekerja dan kebijakan Indonesia yang akan dihadapi Indonesia di masa depan. Halloran menyimpulkan bahwa situasi pandemi ini telah membuktikan bahwa sebuah negara tidak bisa berfungsi tanpa kesehatan dan kesejahteraan masyarakatnya. Oleh karena itu, melindungi pekerja yang paling rentan akan memberi jaminan masa depan untuk semua orang, sehingga semua pihak termasuk pemerintah, pebisnis, dan institusi tidak bisa menjadikan kasus Covid-19 sebagai alasan untuk melepas hak-hak pekerja. 

Pemaparan materi pada sesi kedua diisi oleh Ryan Sheil dari Curtin University, Australia. Dengan mengangkat topik “Coral-Reef Conservation in Indonesia”, Sheil menjelaskan bahwa 65% dari total 51.000 km2 terumbu karang di Indonesia terancam punah. Indonesia sendiri adalah rumah dari 1/3 total populasi terumbu karang dari seluruh dunia. Padahal, terumbu karang sebagai biota laut Indonesia memiliki peran penting baik bagi kehidupan manusia, dan keberlangsungan ekosistem laut. Untuk melindungi terumbu karang, konservasi terumbu karang menjadi hal utama yang harus dilakukan. Dalam kesempatan ini, Sheil juga menjelaskan berbagai strategi yang dapat diaplikasikan pada konservasi. Tak hanya itu, Ia juga memberikan berbagai contoh organisasi dan program yang bergerak di bidang konservasi terumbu karang, diantaranya adalah: Orang Laut Papua (SEA People), COREMAP, dan Coral Catch Gili Air. Sheil menutup pemaparannya dengan peluang kerjasama di bidang keamanan maritim antara Indonesia dan Australia melalui “Pillar 4 of Australia-Indonesia 2020-2024 Comprehensive Strategic Partnership”. 

Setelah kedua pembicara selesai memaparkan materi, moderator kemudian melanjutkan sesi diskusi dengan menerima pertanyaan dari peserta. Diskusi berjalan dengan menarik antara peserta dan pembicara yang saling menanggapi pandangan masing-masing secara langsung. Diharapkan diskusi ini dapat memberikan pengetahuan bagi seluruh pihak yang hadir dan membantu mereka untuk mencari tahu lebih dalam terkait kedua topik yang dibahas pada kesempatan ini.

123

Berita Terakhir

  • Inovasi dan Sistem Pengelolaan Sampah yang Smart untuk Mendukung Implementasi Smart City di Ibu Kota Nusantara
  • PSSAT UGM Menyelenggarakan Webinar Series GEO-PW #6 dan Focus Group Discussion Kelanjutan Pembangunan Ibu Kota Negara: Aspek Penguatan dan Pembatasan
  • CESASS UGM dan SEALC NCCU Adakan Pertemuan Strategis untuk Memperkuat Kemitraan Regional
  • Penandatanganan MoU Kolaborasi Jurnal antara COMICOS 2026 dan IKAT: The Indonesian Journal of Southeast Asian Studies
  • PSSAT UGM Menerima Kunjungan Director of Government Affairs & Strategic Collaborations, Grab Indonesia
Universitas Gadjah Mada

Pusat Studi Sosial Asia Tenggara
Universitas Gajah Mada

Gedung PAU, Jl. Teknika Utara
Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
pssat@ugm.ac.id
+62 274 589658

Instagram | Twitter | FB Page | Linkedin |

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY