• Tentang UGM
  • IT Center
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Sosial Asia Tenggara
Universitas Gajah Mada
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Selayang Pandang
    • Peneliti
    • Peneliti Mitra
    • Mitra
    • Perpustakaan
  • Penelitian
    • Penelitian
    • Kluster
  • Program
    • MMAT (SUMMER COURSE)
      • Summer Course 2021
      • Summer Course 2022
      • Summer Course 2023
      • PROGRAM SUMMER COURSE MMAT 2024 SOCIAL TRANSFORMATION IN CONTEMPORARY SOUTHEAST ASIA
    • ASEAN Day
    • Symposium on Social Science (SOSS)
      • Symposium on Social Science 2018
      • Symposium on Social Science 2020
    • SEA MCA
    • SEA Talk
    • CESASS TALK (Forum Diskusi)
    • SEA Chat
    • SEA Movie
    • Magang
      • MAGANG DOMESTIK
      • Aktivitas Magang
      • Essay Magang
    • Workshop Kominfo
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Prosiding
  • Esai Akademik
    • Ekonomi & Kesejahteraan Sosial
    • Hukum dan Hak Asasi Manusia
    • Media dan Komunikasi
    • Pendidikan
    • Politik dan Hubungan Internasional
    • Sejarah dan Budaya
    • Panduan Artikel
  • Beranda
  • Esai Akademik
  • Politik dan Hubungan Internasional
Arsip:

Politik dan Hubungan Internasional

Konflik Etnik Melayu-Muslim di Thailand Selatan: Penyebab, Proses, dan Dinamika

Esai AkademikPolitik dan Hubungan InternasionalSejarah dan Budaya Rabu, 29 Januari 2020

Mengenal Konflik Etnik Melayu-Muslim di Thailand Selatan

Serangan yang menewaskan dua biarawan Candi Wat Rattananupab, di Distrik Su Ngai Padi, Provinsi Narathiwat merupakan serangan fatal terakhir setelah kelompok pemberontak Barisan Revolusi Nasional (BRN) melakukan serangan di sekolah dan rumah sakit pada 8 Januari 2019 (Al Jazeera, 2019). Rentetan serangan ini merupakan bentuk dari protracted conflict yang berada di Thailand Selatan meliputi Provinsi Yala, Pattani, dan Narathiwat. Hubungan rumit antara pemberontak dengan pemerintah pusat Thailand dapat ditelusuri dari sejarah inkorporasi dan asimilasi ketiga provinsi tersebut ke dalam sistem Thailand. read more

51 Tahun ASEAN: Pertanyaan untuk Sistem Hak Asasi Manusia

Esai AkademikPolitik dan Hubungan Internasional Rabu, 8 Agustus 2018

Krisis di Negara Bagian Rakhine sudah ada sejak lama. Sejak 1962, selama rezim militer, kekerasan atas nama etnis dan agama telah terjadi dan menyebabkan tragedi yang menyedihkan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Sekitar 2.000 orang telah terbunuh dan lebih dari 140.000, kira-kira, menjadi tunawisma. Karena itu, pemerintah Myanmar telah melanggar Hak Asasi Manusia terhadap Rohingya. (Lembaga Hak Asasi Manusia)

Baru-baru ini, menurut Badan Pengungsi PBB, lebih dari 650.000 pengungsi Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak akhir Agustus tahun 2017 untuk menghindari kekerasan dan penganiayaan di Myanmar. Sebelumnya, Misi Pencari Fakta PBB menunjukkan bahwa sekitar 1,3 juta orang telah pindah ke perbatasan Bangladesh. Pengungsi Rohingya yang lain sedang mencoba untuk pindah ke negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia. (PBB, 2018) read more

Mega Proyek Tiongkok : Jalur Sutra Abad 21 dan Konektivitas ASEAN

Esai AkademikPolitik dan Hubungan Internasional Rabu, 25 Oktober 2017

Jalur Sutra merupakan jalur perdagangan kuno yang menghubungkan Barat dan Timur, seorang peneliti bernama Von Ricthofen berkebangsaan Jerman menamainya The Silk Road pada abad 18 M. Nama Jalur Sutra diambil karena komoditas perdagangan Tiongkok banyak berupa sutra. Frances Wood dalam bukunya The Silk Road : Two Thousand Years in the Heart of Asia mengatakan lintasan Jalur Sutra tersebut memiliki banyak cabang dari ibu kota Dinasti Tang Tiongkok di timur ke Roma, ibu kota Italia di barat. Jalur tersebut dibuka oleh seorang jenderal bernama Zhang Qian dari Dinasti Han. Menelusuri jalan itu akan melewati Afghanistan, Uzbekistan, Iran, dan sampai Alexandaria Mesir. Ditemukan juga cabang lain yang melewati Pakistan, Kabul, Afghanistan hingga Teluk Persia[1]. read more

ASEAN Way : Lompatan Fase Teori Integrasi Ekonomi pada ASEAN Economic Community

Esai AkademikPolitik dan Hubungan Internasional Selasa, 24 Januari 2017

Bagi Asia Tenggara, regionalisme bukanlah suatu hal yang asing. Ada berbagai bentuk regionalisme di Asia Tenggara yang telah terbentuk, diantaranya adalah Association of Southeast Asian Nations (ASEAN),  South East Asia Treaty Organization (SEATO), Association for Southeast Asia (ASA), MAPHILINDO, dan Asian and Pacific Council (ASPAC).  Wong (1979) berpendapat sulitnya membentuk kesatuan regional di Asia Tenggara disebabkan oleh masih tingginya nasionalisme, kurangnya kepercayaan dan identitas regional, konflik teritorial, dan perbedaan persepsi politik antar negara. Pada masa itu, kesatuan regional yang solid di kawasan ini cukup sulit untuk dijalankan sampai akhirnya terbentuklah ASEAN. read more

Muslim Rohingya dan Krisis yang Tak Berujung

Esai AkademikPolitik dan Hubungan Internasional Rabu, 21 Desember 2016

Sejak tahun 1970-an terhitung terdapat ratusan ribu muslim Rohingya yang kabur dari Myanmar, dengan sebagian besar menggunakan jalur laut untuk mencapai negara-negara tetangga seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Namun jumlah pengungsi yang terhitung besar tersebut juga tidak dapat disambut dengan mudah oleh negara-negara yang dituju, karena kekhawatiran atas tidak terkontrolnya arus pengungsi yang masuk. Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang dapat berkomunikasi langsung dengan Myanmar mengenai eskalasi konflik yang terjadi. Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengatakan “Once again I conveyed Indonesia’s concerns to State Counsellor Daw Aung San Suu Kyi regarding the situation in Rakhine state,” setelah diundang oleh Suu Kyi dalam acara makan malam dirumahnya sekaligus membahas secara terbuka situasi yang terjadi di Rakhine.[1] Selain Indonesia, Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak memimpin sebuah demonstrasi pada tanggal 4 Desember 2016 mengenai apa yang dia sebut sebagai sebuah “genosida” dari umat minoritas muslim Rohingya di Myanmar. Najib Razak juga mengajak negara-negara tetangga dan dunia internasional untuk maju dalam menekan kekerasan yang terjadi.[2] read more

Peran Strategis Indonesia dalam Krisis Laut China Selatan

Esai AkademikPolitik dan Hubungan Internasional Selasa, 11 Oktober 2016

Laut Cina Selatan (LCS) merupakan sebuah wilayah perairan yang memanjang dari Barat Daya ke arah Timur Laut, berbatasan di sebelah selatan dengan 3 derajat lintang selatan antara Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan (Selat Karimata) dan sebelah Utara dibatasai oleh Selat Taiwan dari ujung utara ke arah pantai Fukein, Cina. Luas perairan LCS sendiri diperkirakan mencapai 4 juta kilometer persegi dengan empat sub kepulauan besar yakni Paracel, Spratly, Pratas dan Macclesfield (Asnani Usman dan Rizal Sukma, 1997). LCS yang diduga memiliki potensi besar baik di bidang biota laut, pariwisata, perikanan, minyak, gas alam dan bahkan navigasi membuat banyak negara berusaha secara kuat untuk mendapatkan legalitas atas LCS. read more

“Security Community” dan Jalan Menuju ASEAN Community

Esai AkademikPolitik dan Hubungan Internasional Sabtu, 24 September 2016

Kawasan Asia Tenggara menjadi sorotan dunia ketika pada akhir tahun 2015 kawasan ini secara resmi memberlakukan komunitas ekonomi ASEAN yang merupakan satu bagian dari tiga pilar ASEAN Community. Namun untuk masyarakat internasional, kawasan Asia Tenggara ini merupakan kawasan yang cukup jarang didalami pengetahuannya, sehingga muncul sebuah pertanyaan mengenai apa yang dimaksud dengan Asia Tenggara? Apakah Asia Tenggara hanya merupakan sebuah kawasan yang terdiri dari negara-negara yang memiliki kekayaan budaya, pemakan nasi, penyuka alat elektronik, dan mengutamakan nilai-nilai kekeluargaan? read more

Mencari Titik Temu Kebebasan Beragama dan Kebijakan Publik: Sebuah Pelajaran dari Asia Tenggara

Esai AkademikPolitik dan Hubungan Internasional Sabtu, 25 Juni 2016

Salah satu konsekuensi dari keanekaragaman yang ada di Asia Tenggara adalah munculnya banyak pertanyaan dinamis dan tidak pernah kadaluarsa untuk didiskusikan. Salah satu pertanyaan membuat kita selalu berpikir adalah, bagaimana kawasan ini bertahan dengan ratusan kepercayaan lokal dan pada saat yang sama menerapkan kebijakan publik mengenai aturan beragama? Dr. Dicky Sofjan mendiskusikan jawaban dari pertanyaan ini dalam diskusi SEA Talks #8, pada Sore Kamis, 16 Juni 2016. Dalam pemaparannya, Dr. Dicky menjelaskan bahwa logika agama yang ada di masyarakat sering berbeda dengan kebijakan publik. Hal ini tidak lepas dari pengaruh sistem demokrasi yang dianut hampir semua negara di Asia Tenggara. Menurutnya, penerapan demokrasi menimbulkan adanya unintended consequences, seperti halnya fenomena penyalahgunaan undang-undang, desentralisasi yang menyebabkan ketimpangan, dan juga multi-intrepretasi terhadap keyakinan salah satu kelompok. Di sisi yang lain, negara juga memiliki otoritas yang besar melalui sistem yang berlaku. Seperti halnya Malaysia yang menerapkan Islam sebagai agama nasional dan tercantum dalam konstitusi. Aturan ini kemudian melegitimasi adanya pengusiran jamaah Ahmadiyah di salah satu masjid di Malaysia dan juga aturan-aturan yang mengarah pada diskriminasi minoritas. read more

Asia Tenggara menjadi MEA atau KEA ?

Esai AkademikPolitik dan Hubungan Internasional Sabtu, 21 Mei 2016

Dalam pelatihan yang dilakukan PSSAT dengan fokus pada peningkatan wawasan Asia Tenggara mencoba melihat kemana kawasan ini akan bergerak. Prof. Muhtar Mas’ud menjadi pembicara yang hadir pada saat itu dengan memulai melihat kembali makna pada Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Menurtnya, bahwa masyarakat berbeda dengan komunitas yang dalam bahasa Inggris mayarakat diartikan society sedangkan komunitas diartikan community. Dalam padangan sosiologi jelas hal itu behubungan dengan makna hubungan dari kedua kata tersebut. Dalam society hubungan yang dibangun atas dasar kebutuhan dan bisa berubah. Sedangkan community memiliki hubungan yang lebih  emosiaonal. Hubungan yang dibangun atas dasar kedekatan misalnya hubungan kekeluargaan, hubungan karena seklan, atau macam sebagainya. Dalam hubungan ini, keanggotaan tidak bisa berubah dan anggota tidak bisa dengan begitu saja menyatakan masuk apalagi keluar. Mas’ud kemudian menyangkan bahwa Indonesia kemudian menerjemahkan Economic Asean Community menjadi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bukan menjadi Komunitas Masyarakat Ekonomi Asean (KEA). Jika berdasarkan komunitas maka bermakna bahwa anggota yang satu tidak akan mencelakakan anggota yang lain. Hal ini berarti tidak akan ada kecurigaan dan dengan sangat yakin mempercayai anggota yang lain. Namun kenyataanya, dalam urusan kepercayaan di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara masih sangat rendah antara satu dan lainnya. read more

“Win-Win Solution” Atasi Jerebu

Esai AkademikPolitik dan Hubungan Internasional Minggu, 6 Maret 2016

Pada minggu pertama dan kedua bulan September, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Kota Pekanbaru Riau bertahan pada status “sangat tidak sehat” dan “berbahaya”. Plt Gubernur Riaupun harus mengumumkan kondisi Darurat Pencemaran Udara. Pasca penetapan status tersebut, tidak juga memberikan arti yang signifikan bagi penanggulangan bencana asap ini. Hingga saat ini jerebu tebal secara fluktuatif masih menyelimuti Kota Pekanbaru, dan kota-kota lainnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Sebaliknya, desakan kepada Plt Gubernur semakin kuat untuk mengevakuasi 6,7 Juta warga Riau, bahkan memunculkan kembali keinginan merdeka bagi sekelompok masyarakat yang kehilangan trust kepada Pemerintah Pusat. Bersamaan dengan bencana jerebu ini juga, desakan tuntutan semakin menjadi-jadi kepada perusahaan HTI dan Perkebunan kelapa sawit, untuk bertanggung jawab, dicabut izinnya dan hengkang dari bumi Riau. Akhirnya, hanya hujan lebat yang dapat meredakan amarah masyarakat yang semakin menggebu akibat jerebu ini read more

12

Recent Posts

  • CESASS UGM menyambut perwakilan dari Asian School of Business-MIT Sloan School of Management, Malaysia
  • PSSAT UGM selenggarakan The 17th International Asian Urbanization Conference
  • Kepala Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) UGM menjadi pembicara pada acara Global Immersion Guarantee (GIG) Program UGM, ACICIS, and Monash University
  • CESASS UGM Menyambut Kunjungan Pimpinan Harvard-Yenching Institute
  • Seminar dan Monitoring-Evaluasi Akhir RKI 2024 Proyek Riset “Creative, Innovative, and Smart Sustainable City Concept for Capital City.”
Universitas Gadjah Mada

Pusat Studi Sosial Asia Tenggara
Universitas Gajah Mada

Gedung PAU, Jl. Teknika Utara
Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
pssat@ugm.ac.id
+62 274 589658

Instagram | Twitter | FB Page | Linkedin |

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju