Pada Jumat, 23 Desember 2022 lalu, Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali mengadakan Southeast Asian Chat (SEACHAT) ke-35. Sesi kali ini diisi oleh Muhammad Izam Dwi Sukma, mahasiswa magang PSSAT UGM yang berasal dari Universitas Islam Indonesia, jurusan Ilmu Hubungan Internasional. Dalam kesempatan ini, ia memaparkan risetnya yang berjudul “Reflecting the Role of Yang Di Pertuan Agong to Settle the Political Uncertainty After Malaysia 15th General Election.”
Diskusi diawali dengan penjelasan sekilas tentang Malaysia. Mulai dari bentuk negara, pembagian sistem politik dan pemerintahan. Kemudian dilanjutkan dengan kondisi Pemerintah Malaysia sebelum dilaksanakannya Pemilihan Umum (Pemilu) ke-15 pada 19 November 2022, pasca pembubaran parlemen sekaligus mundurnya Perdana Menteri (PM) terdahulu Malaysia, Ismail Saabri Yakob. Izam menggarisbawahi bahwa jauh sebelum dilaksanakan Pemilu ke-15 ini, kondisi politik Malaysia bisa dianggap kurang stabil, ditandai dengan tiga kali pergantian PM selama 4 tahun terakhir.
Diadakannya Pemilu ke-15 tidak lantas membuat politik Malaysia stabil seperti semula. Izam memaparkan bahwa tidak adanya partai yang mencapai batas minimum 112 kursi di parlemen membuat seluruh partai sulit untuk menentukan calon PM. Setelah berbagai diskusi, Yang Di Pertuan Agong akhirnya memberikan perintah untuk mengadakan koalisi besar antar partai untuk mendapatkan calon PM, hingga akhirnya Anwa Ibrahim terpilih menjadi PM Malaysia pada 24 November 2022.
Menurut Izam, Yang Di Pertuan Agong berhasil mengatasi ketidakpastian politik Malaysia karena kekosongan pemerintahan selama lima hari. Pendapat tersebut ia kemukakan berdasarkan langkah yang diambil oleh Yang Di Pertuan Agong sesuai dengan teori kontrak sosial oleh John Locke. Dari teori tersebut, ia menarik kesimpulan bahwa Yang Di Pertuan Agong sebagai Kepala Negara memberikan transparansi kepada rakyatnya. Begitupun dengan rakyat yang menyerahkan kepercayaan mereka kepada Yang Di Pertuan Agong untuk mengembalikan kondisi politik Malaysia seperti semula. Izam juga menekankan pentingnya pemerintah yang sah, konsensus serta keterbukaan sebagai jalan keluar dari ketidakpastian politik dalam suatu negara.
Sesi SEACHAT #35 ini ditutup dengan pertanyaan dari peserta yang hadir secara luring di Perpustakaan CESASS UGM lantai 2. Sebaliknya, Izam selaku pembicara ikut melemparkan pertanyaan pemantik bagi peserta. Dengan adanya SEACHAT #35, CESASS UGM berharap agenda SEACHAT kedepannya dapat menjadi wadah diskusi akademik bagi pihak yang tertarik dengan isu-isu seputar Asia Tenggara.
Ditulis oleh: Farah Diana Patcha