Kawasan Asia Tenggara menjadi sorotan dunia ketika pada akhir tahun 2015 kawasan ini secara resmi memberlakukan komunitas ekonomi ASEAN yang merupakan satu bagian dari tiga pilar ASEAN Community. Namun untuk masyarakat internasional, kawasan Asia Tenggara ini merupakan kawasan yang cukup jarang didalami pengetahuannya, sehingga muncul sebuah pertanyaan mengenai apa yang dimaksud dengan Asia Tenggara? Apakah Asia Tenggara hanya merupakan sebuah kawasan yang terdiri dari negara-negara yang memiliki kekayaan budaya, pemakan nasi, penyuka alat elektronik, dan mengutamakan nilai-nilai kekeluargaan?
Negara-negara dalam kawasan ini tergabung dalam suatu kelompok bernama The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), adalah kelompok regional yang mempromosikan kerja sama ekonomi, politik, dan kerja keamanan antara sepuluh anggotanya: Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Negara-negara ASEAN memiliki populasi lebih dari 622 juta orang dan PDB gabungan sebesar US $ 2,6 triliun, menurut angka tahun 2014. Prof. Mochtar Mas’oed pada saat acara Mengajar dan Meneliti Asia Tenggara (MMAT) yang dilaksanakan pada tanggal 17-19 Oktober 2016, menjelaskan landasan konsep dari bentuk komunitas ASEAN. Dirinya menggunakan konsep Karl Deustch yang mendefinisikan Security Community sebagai sekelompok orang yang terintegrasi sedemikian erat, sehingga nantinya muncul jaminan bahwa para anggota komunitas tidak akan menyelesaikan pertikaian dengan saling-berkelahi, tetapi akan mencari penyelesaian dengan cara lain. Selain itu, dirinya juga menjelaskan bahwa ciri dari terciptanya komunitas keamanan nampak ketika kelompok tersebut telah mengembangkan ‘rasa kebersamaan dan rasa saling-memiliki’ (sense of community), yang diwujudkan ke dalam lembaga-lembaga dan praktek formal maupun informal yang cukup kuat dan meluas, sehingga bisa dijamin bahwa setiap perubahan di kalangan anggota bisa berlangsung secara damai.
Prof. Mochtar Mas’oed juga menjelaskan bahwa Security Community ini sejalan dengan bagaimana ASEAN mempunyai jalur penyelesaian masalah yang dinamakan “the ASEAN Way”. Jalur ini menekankan pada kedaulatan negara masing-masing serta prinsip non-intervensi antar negara anggota. Selain itu ASEAN memperkokoh kerja sama diantara negara-negara anggotanya dengan menyusun ASEAN Community yang terdiri dari 3 pilar utama (ekonomi, politik-keamanan, dan sosial-budaya). Tetapi usaha ASEAN untuk melanjutkan proses integrasi ini menemui beberapa halangan seperti adanya perbedaan kemampuan ekonomi maupun teknologi, perbedaan keyakinan/agama, serta adanya konflik-konflik berbasis wilayah antar negara anggota ASEAN, contohnya konflik Laut Cina Selatan yang melibatkan tujuh negara.
Beliau juga menjelaskan bagaimana cara menciptakan “region-ness” di Asia Tenggara agar rencana ASEAN Community ini dapat berjalan dengan baik. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan; pertama adalah pendekatan logika “Problem-solving”. Pendekatan ini menegaskan adanya penemuan persoalan yang dapat mendorong negara-negara Asia Tenggara untuk bersama-sama menciptakan mekanisme “Problem-solving” yang bisa memenuhi kepentingan timbal balik mereka. Dengan banyak pengalaman & kebiasaan menyelesaikan masalah secara bersama dan dengan berlakunya kerangka kelembagaan untuk menyelesaikan masalah, kita bisa berharap berkembangnya “region-ness” di Asia Tenggara. Sementara itu Pendekatan kedua, Logika “Community” berpendapat bahwa Untuk menciptakan “political community” harus ada upaya serius di kalangan pemimpin & masyarakat umum untuk menciptakan “a sense of regional identity.” Wacana tentang “region” & “region-building” Asia Tenggara harus digalakkan, terutama di kalangan para pemimpin dan penduduk yang terdidik.
Ada dua pesan yang disampaikan Prof. Mochtar kepada setiap pendukung “community-building” di Asia Tenggara, serta untuk setiap orang yang menyetujui penerapan kedua pendekatan tersebut. Pertama, Sebagai masyarakat yang terdidik harus berusaha menciptakan ”Identitas Asia Tenggara” dengan menggalakkan wacana tentang makna penting “region building” dan pelembagaannya. Kedua, harus ada usaha untuk menemukan persoalan paling dasar bagi kesejahteraan bangsa-bangsa di wilayah ini (Indonesia). Semakin terbiasa bangsa-bangsa ini menyelesaikan persoalan hidupnya secara bersama, semakin kuat dorongan untuk kerjasama regional.
REFERENSI:
Deutsch, Karl W., Political Community and the North Atlantic Area. Princeton, Princeton University Press, 1957, p. 5.
Deutsch, Karl W., Political Community at the International Level, New York: Doubleday & Co., 1954, p.33.
Eleanor Albert, ‘Council on Foreign Relations (CFR)’, ASEAN: The Association of Southeast Asian Nations (daring), 1 September 2016, <http://www.cfr.org/asia-and-pacific/asean-association-southeast-asian-nations/p18616>, diakses 21 November 2016.
—
Artikel ini ditulis oleh Ilham Fauzi, peneliti di Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (CESASS).