Jumat, (24/02/2023), seorang mahasiswi dari Myanmar mempresentasikan gagasannya mengenai “Refleksi Masa Kanak-Kanak” dalam sebuah forum bernama “sharing session” sebagai salah satu kegiatan magang di kantor PSSAT. Namanya adalah Phoo Wai Yan Myint, seorang mahasiswi internsional jurusan Hubungan Internasional di Universitas Gadjah Mada dan ia membagikan gagasannya mengenai bagaimana pengalaman masa kecil dapat membentuk perilaku seseorang ketika dewasa. Forum ini dihadiri oleh sejumlah pemagang dari Indonesia dan empat pemagang internasional dari Myanmar dan Filipina.
Pertama, pembicra menerangkan bahwa tahap pertama dari masa kanak-kanak adalah di umur 4 hingga 5 tahun dimana otak anak-anak mulai berkembang untuk mempelajari bahasa dan mereka biasanya diajari oleh orang tuanya mengenai sopan santun dan hormat kepada orang lain berdasarkan norma sosial yang berlaku.
Pada umur 8 tahun, anak-anak mulai masuk pada ‘tahap eksplorasi’ dimana mereka mempertanyakan banyak hal yang mereka alami di lingkungan sekitar. Di lain pihak, mereka juga didekte oleh masyarakat, norma sosial, dan kebudayaan di lingkungan sekitar. Pada umur 12 tahun, anak-anak akan masuk pada masa pendewasaan dimana mereka dapat berpikir dan mengeluarkan pendapat berdasarkan pemikiran sendiri. Namun, anak-anak pada masa ini masih sangat dipengaruhi oleh norma-norma sosial yang tak jarang menghalangi mereka untuk merefleksikan kehidupan mereka.
Anak-anak yang tinggal di lingkungan keluarga atau sekolah yang terlalu mengekang cenderung memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah karena hak untuk didengarkan yang tidak dipenuhi oleh mereka. Hal ini bisa menyebabkan efek jangka panjang yang berdampak pada perkembangan sosial dan mental anak ketika mereka menginjak usia dewasa. Menurut pembicara, untuk mengatasi hal ini kita perlu memperhatikan hak dan martabat anak sehingga mereka terlatih untuk bisa lebih terbuka dalam berpikir dan mengemukakan pendapat.
Forum “sharing session” ini dditutup dengan diskusi mengenai pola asuh orang tua di sejumlah negara di Asia Tenggara. Masing-masing peserta forum kemudian membagikan gagasan mereka tentang ciri khas pola asuh anak di negara masing-masing terutama di Filipina, Myanmar, dan Indonesia.
Oleh: Ganggas Prakosa Sigit Wibowo