“Pandemi Covid-19 ini adalah masalah global, masing-masing negara tidak mampu menyelesaikannya secara unilateral tetapi mekanisme penanganannya harus secara global juga.” Demikian pernyataan dari Prof. Sigit Riyanto, dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dalam menanggapi bencana global Covid-19 ini. “Abaikan teori konspirasi, singkirkan egoisme politik, kita harus bekerja bersama”, lanjutnya dalam acara Webinar SEATALK 35 dalam tema payung “COVID-19 Dalam Teropong Ilmu Sosial” yang diselenggarakan Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) UGM, Pusat Unggulan IPTEK Bidang Sosial, pada tanggal 28 April 2020.
Selain Prof. Sigit, isu-isu terkait pandemi Covid-19 juga disampikan oleh Prof. Ir. Bambang Hari Wibisono, Direktur PSPPR dan dosen Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik UGM, dari perspektif tata ruang wilayah dan kota. “Lockdown berimplikasi pada fungsi keruangan dan berkurangnya mobilitas. Sejak adanya pandemi ini, ada perubahan-perubahan paradigma. Dahulu, gated community sebisa mungkin dihindari, tetapi sekarang, yang terjadi adalah kebalikannya. Gated community berkembang dengan cepat untuk mengantisipasi dan menekan penyebaran Covid-19. Selain itu, terjadi transformasi ruang publik dan pergeseran pola ruang dan struktur ruang kota, serta diperlukan emergency plan dalam bentuk skenario-skenario penataan ruang”.
Selanjutnya, Prof. Hari menjelesakan bahwa tata ruang tidak harus merespons terhadap setiap jenis kegiatan, tetapi dapat melihat pandemi ini sebagai kejadian yang paling parah, sehingga harus ada antisipasi. “Harus siap dengan skenario perubahan fungsi public space untuk mendukung penanganan pandemi. Hal ini bisa disusun dan dirancang satu per satu menyesuaikan kebutuhan masyarakat,” tutur Prof. Hari.
Sejalan dengan pemikiran Prof. Hari, Prof. Sigit mengemukakan bahwa pandemi Covid-19 adalah masalah global sehingga diperlukan antisipasi dan penyelesaian secara global. Tidak hanya negara berkembang yang terdampak, tetapi negara maju yang telah memiliki sistem kesehatan andal tidak luput dari covid-19. Sampai dengan hari ini, tidak ada negara atau pihak mana pun yang berani mengklaim sukses dan tuntas dalam melawan Covid-19. Berbagai aspek kehidupan terkena dampak Covid-19 dan tidak ada satu kebijakan yang secara mutlak dapat menyelesaikan permasalahan Covid-19 ini.
Masalah pandemi Covid-19 berkaitan dengan kesehatan masyarakat, sehingga ada risiko yang saling berkaitan, yang pada akhirnya memengaruhi sistem kesehatan di seluruh dunia. Semua negara yang terdampak Covid-19 berupaya keras mengatasi masalah ini. Tidak luput, WHO juga mengupayakan untuk membantu. Hal ini berarti, ada kesadaran global bahwa kerja sama internasional menjadi bagian dari strategi bersama dalam mengatasi masalah ini.
Negara sebagai aktor yang dominan dapat menyusun kebijakan yang khas dan sesuai dengan karakteristik negara masing-masing. Misalnya, konsep lockdown bisa berhasil di suatu negara, tetapi tidak dapat dilakukan di negara lain karena perbedaan konsep budaya dan sosial.
Prof. Sigit mengemukakan bahwa data ilmiah dan metode kesehatan secara sah menjadi pilihan utama untuk mengatasi permasalahan global pandemi ini. Teori konspirasi dan egoisme politisi harus diabaikan karena tidak dapat memberikan solusi yang bersifat praktis. Pengembangan metode kesehatan empiris dan edukasi secara umum maupun khusus untuk menangani masalah Covid-19 lebih penting untuk dilakukan. Dari sudut pandang kerja sama internasional, jika pandemi ini berhasil menyatukan warga seluruh dunia, maka kebersamaan ini dapat menjadi senjata untuk mengatasi berbagai permasalahan dunia pada masa yang akan datang.
“Sekali lagi, ini adalah kewajiban semua pihak. Lalu, yang perlu diyakinkan adalah ini memerlukan kebijakan yang komprehensif. Tidak ada resep tunggal untuk mengatasi masalah ini karena ada berbagai sektor yang harus dipertimbangkan,” tutur Prof. Sigit. Salah satu kunci yang penting menurut Prof. Sigit adalah burden sharing dan optimisme dalam diri sendiri dan masyarakat untuk bersama-sama mengatasi persoalan Covid-19 ini.