Awal tahun 2020, dunia dihebohkan dengan virus corona yang kini akrab disebut dengan Covid-19. virus tersebut hampir menyelimuti seluruh negara di bumi. Adanya pandemi ini, membuat berbagai negara melakukan pembatasan dalam berbagai aspek melalui pemberlakuan lockdown maupun physical distancing. Penerapan lockdown tentunya berdampak pada berbagai aspek, salah satunya pendidikan.
Pada 18 Maret 2020, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) memperkirakan lebih dari 850 juta pelajar dan mahasiswa sudah melakukan belajar dari rumah. Dengan kata lain, penutupan sekolah secara nasional telah diberlakukan di 102 negara dan penutupan lokal di 11 negara yang lain.
Membuat keputusan menutup sekolah bukan merupakan hal yang mudah dan belum jelas apakah hal ini akan membantu meminimalisir penyebaran virus atau tidak. Akan tetapi, dengan adanya penutupan sekolah, setidaknya menerapkan jarak sosial yang bertujuan untuk memperlambat penyebaran virus.
Meskipun demikian, dampak buruk dengan diterapkannya penutupan sekolah tidak bisa dihindari. Dampak yang ditimbulkan paling parah bagi siswa yaitu semakin terpinggirkannya siswa-siswa yang kurang beruntung, dalam arti hal ini memperburuk kesenjangan yang sudah ada dalam sistem pendidikan maupun aspek lainnya. Dilansir dari laman UNESCO, adanya penutupan sekolah membuat pembelajaran terganggu, meskipun pembelajaran jarak jauh tetap dilakukan dengan berbagai tantangan untuk menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan pembelajaran baik dari segi sumber daya manusia maupun teknis.
Selanjutnya, tidak sedikit orang tua yang belum siap untuk memfasilitasi pembelajaran di rumah, terutama bagi orang tua dengan pendidikan dan sumber daya yang terbatas. Selain itu, orang tua yang bekerja harus meluangkan waktunya untuk membantu anak-anaknya dalam belajar sehingga hal ini membuat pekerjaan orang tua terganggu bahkan akan kehilangan pekerjaan. Hal ini mengakibatkan hilangnya upah kerja dan cenderung memberikan dampak negatif terhadap produktivitas keluarga.
Dampak lain yang ditimbulkan dari penutupan sekolah dalam jangka waktu yang belum diketahui ini, adalah kebingungan yang dialami oleh para guru. Guru mulai tidak yakin dengan kewajibannya dan bagaimana cara menjaga hubungan dengan siswa untuk mendukung pembelajaran agar tetap berlangsung. Guru juga mengalami kesulitan dalam melakukan penilaian pembelajaran.
Meskipun menimbulkan dampak yang tidak sedikit, justru ada penambahan jumlah negara yang menerapkan kebijakan penutupan sekolah. Data UNESCO per 21 April menunjukkan sebanyak 191 negara melakukan penutupan sekolah. Sehingga secara global terdapat 1,5 milyar pelajar dan mahasiswa dan 63 juta guru terdampak Covid-19 dengan menjalani proses belajar mengajar dari rumah.
Kebijakan belajar dari rumah di Indonesia, dimulai dari Provinsi DKI Jakarta yang diumumkan pada 14 Maret 2020. Pembelajaran jarak jauh ini dilakukan selama dua minggu, terhitung dari tanggal 16 Maret 2020. Selain itu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan juga menunda pelaksanaan Ujian Nasional untuk tingkat menengah atas. Hal ini disebabkan penyebaran virus yang semakin meluas, tercatat per 12 Maret 2020, terdapat 586 Orang Dalam Pemantauan (ODP) di wilayah Jakarta dan 34 kasus positif di Indonesia.
Di Indonesia penutupan sekolah merupakan wewenang pemerintahan daerah. Sehingga beberapa daerah ada yang menyusul DKI Jakarta untuk melakukan pembelajaran dari rumah. Lamanya pembelajaran jarak jauh yang diterapkan disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing dengan terus melihat perkembangan kondisi. Sedangkan di beberapa daerah lain, masih ada yang tetap melakukan pembelajaran secara tatap muka dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Singapura mengambil sikap yang berbeda. Ketika negara-negara lain mulai melakukan penutupan sekolah, pemerintah Singapura justru menolak keputusan ini. Mereka beranggapan bahwa pelajar tidak lebih rentan tertular virus daripada orang dewasa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari University College London. Menurut penelitian ini, penutupan sekolah menunjukkan dampak yang cenderung kecil terhadap penyebaran virus.
Penyebaran virus yang semakin meluas membuat Singapura merubah keputusannya dengan melakukan penutupan sekolah. Hal ini dilakukan lantaran per 6 April, kasus yang terjadi di Singapura mencapai 1.375 kasus. Artinya, terjadi peningkatan kasus penularan secara lokal hingga keputusan penutupan sekolah diambil dan diterapkan sejak 8 April 2020..
Sekolah-sekolah di Singapura mulai meluncurkan program untuk mengedukasi siswanya perihal virus corona sejak Februari. Edukasi yang dilakukan disesuaikan dengan tingkat pendidikan sehingga pengajaran untuk siswa sekolah dasar dan menengah berbeda. Siswa sekolah dasar – kelas awal – diajarkan mengenai hal-hal dasar seperti kebersihan pribadi yaitu mencuci tangan, menggunakan masker bagi yang sakit, dan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Sementara untuk siswa sekolah dasar kelas atas, belajar tentang memverifikasi kebenaran berita. Dengan demikian, sebelum penutupan sekolah diberlakukan, berbagai pencegahan juga sudah mulai dilakukan dengan menunda berbagai kegiatan siswa secara outdoor.
Sebelum kebijakan penutupan sekolah diterapkan, Singapura melakukan pembelajaran di rumah selama seminggu sejak 1 April. Langkah ini dilakukan agar mempersiapkan orang tua dan siswa untuk membiasakan belajar di rumah, apabila diperlukan. Sekolah juga mulai memberikan pengarahan kepada orang tua dan siswa untuk mengakses materi pembelajaran di rumah. Bantuan akan diberikan kepada siswa yang tidak memiliki akses ke perangkat digital yang dibutuhkan untuk pembelajaran.
Pembelajaran dari rumah dapat dilakukan melalui pelajaran elektronik atau referensi lain seperti lembar kerja dan buku teks, dan pembelajaran melalui live video juga dapat menjadi alternatif. Meskipun pembelajaran dilakukan dari rumah, sekolah tetap terbuka bagi siswa yang orang tuanya tidak dapat memfasilitasi anaknya, terutama bagi orang tua yang bekerja sebagai tenaga kesehatan dan transportasi umum.
Singapura telah mengembangkan Singapore Student Learning Space – platform belajar online – selama dua hingga tiga tahun terakhir. Selain itu, konversi pembelajaran dari tatap muka beralih ke tatap layar juga sudah mulai dilakukan sejak 2015 serta uji coba penggunaan perangkat digital dan pembelajaran online juga sudah dilakukan sebelumnya. Meskipun demikan, beberapa tantangan dan hambatan tetap ditemui baik oleh guru, siswa, maupun orang tua.
Di saat Singapura sudah melakukan edukasi terhadap siswanya, Indonesia baru melakukan edukasi pencegahan virus pada Maret 2020. Beberapa sekolah dengan siswa menggunakan masker dan dibeberapa tempat disediakan tempat cuci tangan maupun hand sanitizer. Tidak sedikit juga, sekolah yang melakukan edukasi perihal virus ini secara daring oleh guru. Siswa mempraktekkan yang diajarkan oleh guru, seperti mencuci tangan menggunakan sabun, dengan pengawasan orangtua.
Tidak beda halnya dengan Singapura. Di Indonesia, semenjak belajar dilakukan dari rumah, guru dan siswa juga melaksanakan pembelajaran jarak jauh dengan bantuan perangkat digital. Bagi siswa yang tidak memiliki akses terhadap teknologi, tentunya merasa kesulitan untuk melakukan hal ini. Pembelajaran lebih banyak dilakukan menggunakan grup pesan instan yang berisi guru dan siswa. Bagi siswa sekolah dasar, pembelajaran dibantu oleh orang tua. Selain itu, apabila dibutuhkan tatap muka secara virtual dapat menggunakan live video.
Untuk mendukung pembelajaran jarak jauh, pemerintah Indonesia mengembangkan aplikasi pembelajaran berbasis Android yang dapat dijadikan alternatif pembelajaran di sekolah-sekolah. Pemerintah bekerjasama dengan beberapa pihak – swasta – yang mengembangkan pendidikan secara daring. Di samping itu, acara belajar bersama melalui program TV untuk jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah juga diadakan oleh pemerintah untuk memfasilitasi siswa dan guru.
Bagi siswa yang berada di daerah pelosok – tidak mempunyai akses terhadap teknologi, baik ponsel pintar, laptop, maupun televisi – beberapa guru memiliki cara sendiri agar siswanya tetap dapat belajar dari rumah. Beberapa guru ini rela mendatangi siswanya satu per satu untuk memberikan materi baru maupun tugas yang dapat dilakukan siswa. Hal ini dilakukan atas inisiatif sendiri, bukan tuntutan dari pihak sekolah.
Singapura terlihat lebih sigap dalam melakukan penanganan terhadap Covid-19 pada sektor pendidikan. Hal ini disebabkan oleh kualitas dan sistem pendidikan di Singapura yang lebih maju dibandingkan Indonesia. Sehingga penanganan lebih dini dapat dilakukan pemerintah.
Hal ini sejalan dengan data hasil PISA (Programme for International Student Assessment) yang diikuti oleh Singapura dan Indonesia. PISA merupakan studi literasi yang diadakan setiap tiga tahun sekali. PISA dilakukan pada beberapa negara dengan tujuan untuk meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun. Kemampuan yang diuji yaitu membaca, matematika, dan sains.
Hasil PISA 2018 menunjukkan skor membaca, matematika, dan sains secara berturut-turut untuk Singapura adalah 549, 569, dan 551 sedangkan untuk Indonesia 371, 379, dan 396. Sedangkan skor rata-rata yang ditetapkan oleh OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development) – penyelenggara PISA – untuk skor membaca 487, matematika 489, dan sains 489.
Artinya, Indonesia berada dibawa skor rata-rata yang ditetapkan OECD. Terlebih jika dibandingkan dengan Singapura, Indonesia tampak jauh tertinggal. PISA dianggap cukup kredibel sehingga dijadikan oleh negara yang mengikutinya sebagai tolok ukur kualitas pendidikan di negara tersebut.
Perlu adanya perbaikan pada sistem pendidikan di Indonesia – berdasarkan hasil PISA – karena pendidikan merupakan hal yang krusial. Pendidikan merupakan aset bangsa. Kualitas sumber daya manusia yang ada pada suatu negara menentukan kemajuan dari negara tersebut. Sehingga apabila pendidikan dalam negara memiliki kualitas baik, negara pun pada masa mendatang sudah memiliki aset untuk meneruskan kehidupan berbangsa. Hal ini juga tercerminkan dalam penanganan pandemi Covid-19.
Meskipun Singapura pada awalnya menolak untuk melakukan penutupan sekolah, bukan berarti mereka tidak melakukan upaya penanganan dan pencegahan yang baik. Mereka tidak ingin gegabah dalam memutuskan kebijakan penutupan sekolah karena memiliki dampak yang begitu besar bagi pendidikan. Begitu pula dengan Indonesia, yang menerapkan kebijakan belajar dari rumah lebih awal, bukan berarti lebih baik dalam melakukan edukasi dan penanganan terhadap penyebaran Covid-19 kepada para siswanya. Kualitas dan sistem pendidikan yang lebih maju mempengaruhi respon dalam menangani pandemi ini.
Dengan demikian, baik Singapura maupun Indonesia, keduanya telah melakukan langkah-langkah penanganan dalam pendidikan selama masa pandemi berlangsung. Sebagian besar, hal yang dilakukan selama pembelajaran dari rumah tidak berbeda jauh. Keduanya berusaha memberikan yang terbaik untuk siswanya walaupun dengan keterbatasan dan tantangan yang tentunya berbeda.
Referensi
Ang, J. (2020). Schools roll out programmes to teach students about the coronavirus and how to spot fake news. Retrieved 28 Mei, 2020, from https://www.straitstimes.com/singapore/education/schools-roll-out-programmes-to-teach-students-about-the-coronavirus-and-how-to
Gerintya, S. (2019). Indeks Pendidikan Indonesia Rendah, Daya Saing pun Lemah. Retrieved 26 Mei, 2020, from https://tirto.id/indeks-pendidikan-indonesia-rendah-daya-saing-pun-lemah-dnvR
Halakrispen, S. (2020). Covid-19 Mewabah, Haruskah Sekolah Libur? Retrieved 27 Mei, 2020, from https://www.medcom.id/rona/kesehatan/GNG4Xjvb-covid-19-mewabah-haruskah-sekolah-libur
Nadira, F. (2020). Singapura Bela Langkah tidak Menutup Sekolah. Retrieved 28 Mei, 2020, from https://republika.co.id/berita/q8ev3c459/singapura-bela-langkah-tidak-menutup-sekolah
Nufus, W. (2020). Anies: Penutupan Sekolah Kewenangan Daerah, Sudah Koordinasi ke Kemendikbud. Retrieved 28 Mei, 2020, from https://news.detik.com/berita/d-4938973/anies-penutupan-sekolah-kewenangan-daerah-sudah-koordinasi-ke-kemendikbud
OECD. (2019). PISA 2018 Results Combined Executive Summaries Volume I, II, & III. Paris: OECD Publishing.
Priyono, Y. W. (2020). Selama Satu Bulan, UPAS Beri Edukasi Pencegahan Virus Korona ke Siswa Jabodetabek. Retrieved 29 Mei, 2020, from https://www.jawapos.com/jabodetabek/06/03/2020/selama-satu-bulan-upas-beri-edukasi-pencegahan-virus-korona-ke-siswa/
Robert, C. (2020). Commentary: Home-based learning is strange, new ground. But we can conquer that too. Retrieved 29 Mei, 2020, from https://www.channelnewsasia.com/news/commentary/coronavirus-covid-19-home-based-e-learning-moe-school-teacher-12624202
Stefanie, C. (2020). Anies Tutup Sekolah Dua Pekan dan Tunda Ujian Nasional di DKI Retrieved 28 Mei, 2020, from https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200314131859-20-483393/anies-tutup-sekolah-dua-pekan-dan-tunda-ujian-nasional-di-dki
Taufiqurrahman, Karang, A. M., Nugraha, C., & Daton, Z. D. (2020). Sederet Kisah Para Guru Baik Hati di Tengah Pandemi, Datangi Siswa untuk Belajar di Rumah. Retrieved 29 Mei, 2020, from https://regional.kompas.com/read/2020/04/29/04050011/sederet-kisah-para-guru-baik-hati-di-tengah-pandemi-datangi-siswa-untuk?page=3
Teng, A., & Davie, S. (2020). Coronavirus: Students to do home-based learning once a week from April as schools step up safe-distancing measures. Retrieved 29 Mei 2020, 2020, from https://www.straitstimes.com/singapore/coronavirus-students-to-have-home-based-learning-once-a-week-from-april-as-schools-step-up
UNESCO. (2020a). COVID-19 : with half of world’s student population out of school, UNESCO launches coalition to accelerate remote learning solutions. Retrieved 27 Mei, 2020, from https://en.unesco.org/news/covid-19-half-worlds-student-population-out-school-unesco-launches-coalition-accelerate-remote
UNESCO. (2020b). Startling digital divides in distance learning emerge. Retrieved 27 Mei, 2020, from https://en.unesco.org/news/startling-digital-divides-distance-learning-emerge
Viner, R. M., Russell, S. J., Croker, H., Packer, J., Ward, J., Stansfield, C., . . . Booy, R. (2020). School closure and management practices during coronavirus outbreaks including COVID-19: a rapid systematic review The Lancet Child Adolesc Health, 4, 397–404.
Artikel ini ditulis oleh Qorry Aina Fitroh, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, saat magang di Pusat Studi Sosial Asia Tenggara.