Bulan April 2019 kapal saya akan segera naik sauh dari Pelabuhan Pulau Baai menuju Pelabuhan Kahyapu. Penyeberangan dari Kota Bengkulu ke Pulau Enggano yang masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Bengkulu Utara tersebut harusnya memakan perjalanan sekitar 12 jam. Pukul 18.00 WIB semua tempat tidur yang disediakan pengelola feri Pulo Tello telah penuh oleh pemiliknya masing-masing sesuai dengan nomor yang tertera di tiket yang mereka bayar. Beberapa saat kemudian feri menjauh dari dermaga. Hanya butuh 2-3 tiga jam perjalanan laut untuk feri yang kami tumpangi keluar dari teluk. Namun, saat feri kami betul-betul baru keluar dari perairan teluk menuju laut lepas, seseorang dibalik pengeras suara memberikan pengumuman bahwa perjalanan ke Pulau Enggano harus ditunda. Feri Pulo Tello berputar arah kembali ke pelabuhan Pulau Baai dan perjalanan ditunda hingga waktu yang tidak bisa ditentukan. Biasanya kapten kapal akan memeriksa kembali cuaca esok hari dan memastikan mendapatkan izin berlayar dari syahbandar.
culture
Saya sedang berada di tempat duduk saya semasa SMA. Saat itu dua sesi jam pelajaran sedang ditiadakan karena guru kami harus menyelesaikan beberapa urusan lain yang tampak mendesak. Seorang teman berteriak kepada beberapa teman lainnya untuk segera bergabung ke mejanya. Mereka semua adalah murid-murid perempuan di kelas. Beberapa murid perempuan yang merasa nama mereka dipanggil segera merapat dan menyeret bangku mereka untuk mendekat ke arah murid perempuan yang tadi memanggil mereka. Murid perempuan tersebut membuka komputer jinjingnya dan seketika itu konsentrasi murid-murid perempuan yang tadi berkumpul tertuju pada layar persegi panjang yang barangkali ukurannya adalah 13-18 inci.
Salah satu tradisi khas ketika perayaan hari raya keagamaan di Indonesia adalah mudik. Mudik dapat diartikan sebagai pulang kampung, dalam bahasa Jawa ada yang menyebut mudik sebagai singkatan dari mulih disik atau dari kata udik yang dalam bahasa Betawi adalah kampung.
Banyak tafsiran mengenai makna kata mudik. Ada yang menyebut bahwa kata mudik berasal dari bahasa Arab “al-aud” yang bermakna kembali. Mudik adalah kembali ke asal yakni udik. Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mudik memiliki arti pulang ke kampung halaman.
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan bidang yang banyak diminati saat ini. Hal tersebut sesuai dengan jumlah pemelajar maupun pengajar BIPA yang tersebar di seluruh dunia. Berdasarkan data dari “Peta Lembaga BIPA”, sebanyak 29 negara dan 420 lembaga di dalam dan luar Indonesia tercatat sebagai lembaga penyelenggara program BIPA, seperti sekolah, perguruan tinggi, lembaga kursus, lembaga pemerintah atau swasta, dan komunitas yang menyelenggarakan pengajaran BIPA (https://bipa.kemdikbud.go.id). Tingginya angka peminat tersebut didukung oleh beberapa program pemerintah yakni internasionalisasi bahasa Indonesia. Pernyataan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 44 tentang peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Jadi, sudah saatnya dunia ke-BIPA-an dipandang sebagai dunia industri yang bergerak di bidang jasa/pelayanan, baik untuk menunjang aktivitas industri yang lain maupun secara langsung untuk memberikan jasa kepada konsumen. Untuk itu, diperlukan program pendidikan dan pelatihan vokasi industri ke-BIPA-an guna menyiapkan generasi muda agar lebih berjati diri dan berdaya saing memanfaatkan peluang dan tantangan perdagangan bebas dengan cara revitalisasi pembelajaran BIPA.
Tahun ini, Hari Raya Idul Fitri atau juga dikenal oleh masyarakat kampung saya dengan istilah riyaya dirayakan dengan berbeda. Di tengah pandemi COVID-19 atau Corona kita dianjurkan oleh pemerintah maupun petugas kesehatan untuk membatasi interaksi sosial secara langsung maupun melakukan perjalanan keluar daerah untuk menemui sanak saudara. Tradisi lebaran dalam keluarga saya termasuk sholat ied berjamaah di masjid kampung, mengunjungi makam nenek, dan berkunjung ke rumah tetangga serta saudara tidak dapat dilakukan. Keputusan ini diambil selain karena khawatir akan penularan COVID-19 juga ada himbauan dari Pak Dukuh di kampung untuk tidak melakukan ujung atau berkunjung ke rumah tetangga maupun saudara dalam sebuah selebaran yang dibagikan oleh perangkat kampung. Seperti argumen yang ditulis oleh Munjid (2020) dalam laman daring The Conversation ID berisi catatan reflektif terhadap posisi agama, ritual atau ibadah hari raya dan posisinya di tengah pandemi menjadi suatu bentuk komentar terhadap posisi institusi agama yang paradoks dengan kondisi saat ini. Kegiatan di riyaya tahun ini tentunya menjadi berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana dilakukannya pembatasan sosial atau berkumpulnya banyak orang pada satu tempat seakan menghilangkan suasana suka cita hari raya. Sesudah berbuka puasa tepatnya menjelang adzan isya dan terdengar kumandang takbir saya baru mulai membaca secara teliti isi dari selebaran itu berkaitan dengan pelaksanaan riyaya tahun ini.