Menurut data dari laporan tahunan Reporters Without Borders[1] tentang peringkat kebebasan pers di dunia, untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat teratas, yaitu ke-124, diikuti oleh Filipina di posisi ke-127. Peringkat berikutnya ditempati oleh Myanmar yang sebelumnya diperintah kalangan militer namun sekarang dipimpin oleh bekas partai oposisi, berada di peringkat 131. Selanjutnya adalah Kamboja, yang dikuasai oleh Perdana Menteri Hun Sen, masuk di urutan 132. Thailand berada di peringkat 142, diikuti Malaysia pada urutan ke-144, Singapura pada posisi ke-151, dan Brunei di posisi ke-156. Dua negara Asia Tenggara di posisi terbawah adalah Laos (170) dan Vietnam (175) diklasifikasikan sebagai titik hitam media.
Pembahasan perihal aksi unjuk rasa 411 dan 212 di Indonesia memang tidak pernah ada habisnya. Baik pihak yang pro maupun kontra terus bermunculan. Dengan berpegang teguh pada argumen dan paham masing-masing, mereka terus memperbanyak massa dan pengikut. Dalam SEA-Talks #16 yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) UGM pada (30/8) silam, aksi 212 dikupas oleh pembicara Dr.Abdul Gaffar Karim, dosen jurusan Politik dan Pemerintahan, Fisipol, UGM dalam diskusi bertema “Radikalisme Dan Unattended Communities”.
Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada berhasil menggelar program SEA Chat di Perpustakaan PSSAT (28/8) lalu. Menariknya, acara kali ini secara khusus diikuti oleh siswa-siswi dan guru SMP Tumbuh, Yogyakarta. SMP Tumbuh merupakan sekolah menegah pertama yang terkenal karena mengusung inklusivitas dalam proses pembelajarannya. SMP yang inklusif dimaksudkan untuk menerima segala macam keberagaman mulai dari agama, kepercayaan, etnis, latar belakang ekonomi, hingga kemampuan mental.
Masalah prostitusi memang tidak ada habisnya. Di samping banyak pihak yang menolak, tetap ada segelintir pihak yang mendukung. Walaupun dianggap immoral oleh orang kebanyakan orang, namun industri seks masih bertahan sampai sekarang di seluruh dunia. Seberapa gencar pun pemerintah menyatakan illegal, tidak semudah itu prostitusi hilang dari suatu negara karena selalu ada yang membutuhkan. Di Asia Tenggara, Thailand terkenal dengan pariwisata seksnya. Boonchutima (2009) menyatakan bahwa pemerintah negara Gajah Putih tersebut sudah berusaha mengubah image dengan mempromosikan pariwisata lain seperti pariwisata budaya. Namun sayangnya, image Thailand yang kental akan pariwisata seksnya masih belum berubah.
Di masa sekarang, para akademisi di tanah air menghadapi tantangan untuk menulis dan mempublikasikan penelitian mereka ke dalam bentuk jurnal ilmiah berskala nasional terlebih lagi internasional. Atas pertimbangan tersebut, Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada menggelar pelatihan bertajuk “Workshop Academic Writing and Publication for Social Sciences” yang dilaksanakan pada 16 Agustus 2017 di Gedung Auditorium Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Pelatihan ini juga dapat terealisasi berkat kerjasama dengan Badan Penerbit dan Publikasi (BPP) Universitas Gadjah Mada. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari program World Class Professor (WCP) yang diinisiasi oleh Kemeristek Dikti. PSSAT UGM menjadi anggota konsorsium WCP bersama Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir (PKMBRP) Universitas Diponegoro, serta Pusat Studi Tsunami dan Mitigasi Bencana Universitas Syiah Kuala. Masing-masing anggota konsorsium dapat melaksanakan program-program yang inovatif untuk produksi pengetahuan.
Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada berhasil mendapatkan hibah untuk melaksanakan program World Class Professor (WCP). Program WCP adalah program berbasis inovasi yang dinisiasi oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Dalam pelaksanaannya, program ini mengundang profesor dari universitas kelas dunia untuk ditempatkan sebagai visiting professor di perguruan tinggi di Indonesia. Selain itu, program ini juga membuka ruang bagi peneliti-peneliti dari Indonesia untuk berkunjung ke institusi profesor tersebut untuk saling bertukar pikiran dan menghasilkan produksi pengetahuan seperti riset dan publikasi bersama. Selain bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas publikasi di jurnal internasional, program ini juga bertujuan untuk menghasilkan penguatan kerjasama antar lembaga, juga mendorong terbentuknya global satellite research center. Memanfaatkan skema yang ditawarkan, PSSAT UGM berkolaborasi dengan Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir (PKMBRP) Universitas Diponegoro, serta Pusat Studi Tsunami dan Mitigasi Bencana Universitas Syiah Kuala yang terbentuk menjadi konsorsium WCP dengan mengusung tema besar “Komunikasi Ekologi dalam Penanggulangan Kebencanaan Maritim di Asia Tenggara.”
Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada berhasil menggelar program SEA Movie 2017 bertajuk Borderless On Screen pada tanggal 8-9 Agustus 2017 di ruang audio visual Lembaga Indonesia Perancis (IFI-LIP), Yogyakarta. Acara berlangsung dari pukul 09.00-16.00 WIB yang dimulai dengan sambutan dari Ade Nuriadin, M.A selaku program manager SEA Movie. Selanjutnya, program ini resmi dibuka oleh Direktur PSSAT UGM, Dr.phil. Hermin Indah Wahyuni yang berharap bahwa film-film pendek yang diputar dalam SEA Movie dapat menjadi media yang memunculkan kesadaran kepada masyarakat sebagai komunitas Asia Tenggara.
Pentingnya TIK telah meningkat dari waktu ke waktu. Melihat perkembangan TIK sepanjang waktu telah mempengaruhi perkembangan sektor lain secara positif. Selain itu, pengembangan TIK memungkinkan kerjasama dan integrasi sektor-sektor lain yang lebih mudah dan cepat di dalam dan di antara negara-negara bagian. Berkenaan dengan ASEAN, TIK memainkan peran utama integrasi yang lebih baik di dalam dan di antara negara-negara anggotanya sejak didirikan pada tahun 1967. Saya dapat menjamin bahwa tanpa pembangunan TIK di ASEAN, Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN akan diberlakukan paling lambat 1992; pembentukan Komunitas ASEAN akan berlaku mungkin dalam 10 tahun mendatang. Selain itu, sebagian besar kerjasama dan integrasi di ASEAN saat ini adalah berbasis TIK, sehingga perjanjian yang lebih mudah dan cepat akan dimungkinkan. Meskipun demikian, masih ada hambatan bagi integrasi ASEAN bersama dengan jurang pengembangan TIK di dalam dan di antara negara-negara anggota ASEAN. Dalam artikel ini, saya akan secara khusus memperhatikan tindakan yang telah diambil dari elemen / aktor tertentu untuk mempersempit kesenjangan pengembangan TIK serta parameternya. Akhirnya, saya akan merekomendasikan solusi yang mungkin dapat diambil untuk menutup kesenjangan serta untuk mendorong integrasi ASEAN.
SEA Chat (Southeast Asian Chat) merupakan agenda bulanan PSSAT (Pusat Studi Sosial Asia Tenggara) yang mengajak mahasiswa untuk berdiskusi tentang negara-negara di wilayah Asia Tenggara. Hal ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang nyata tentang keadaan negara bersangkutan, berbagi informasi, dan menjadi jalan untuk memahami satu sama lain. Pada pada hari Senin (24/07/2017) pukul 15:00 di Perpusatakaan PSSAT, SEA Chat kembali diadakan untuk yang kelima kalinya. Dengan tema “Unstereotyping Southeast Asia”, kali ini SEA Chat mengundang Gibson Haynes, seorang pengkaji Asia Tenggara asal Amerika Serikat dari John Hopkins University.
Asia Tenggara adalah sub-wilayah yang sangat beragam dan berlapis-lapis di Asia yang terdiri dari negara-negara yang berbeda dengan etnis, bahasa, budaya, dan masyarakat yang berbeda. Selain itu, negara-negara Asia Tenggara berbagi ciri-ciri sosial budaya yang khas, dalam hal bahasa yang digunakan, etnis, agama, budaya, dan masyarakat yang berbeda satu sama lain. Secara khusus, Indonesia, Malaysia, dan Singapura dianggap sebagai negara Asia Tenggara yang sangat beragam, secara etnis, bahasa, agama, budaya, sosial, dan politik. Tetapi mereka beragam dalam berbagai cara dan mengatasi keragaman dengan cara yang berbeda (Ali, 2011).