SEA Chat (Southeast Asian Chat) merupakan agenda bulanan PSSAT (Pusat Studi Sosial Asia Tenggara) yang mengajak mahasiswa untuk berdiskusi tentang negara-negara di wilayah Asia Tenggara. Hal ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang nyata tentang keadaan negara bersangkutan, berbagi informasi, dan menjadi jalan untuk memahami satu sama lain. Pada pada hari Senin (24/07/2017) pukul 15:00 di Perpusatakaan PSSAT, SEA Chat kembali diadakan untuk yang kelima kalinya. Dengan tema “Unstereotyping Southeast Asia”, kali ini SEA Chat mengundang Gibson Haynes, seorang pengkaji Asia Tenggara asal Amerika Serikat dari John Hopkins University.
Aktivitas
Bentuk korupsi yang terjadi pada sektor swasta antara lain adalah masalah perijinan, pengadaan barang dan jasa, politik uang, penyuapan dan pasal siluman. Pasal siluman adalah pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk ke dalam naskah atas peran pihak swasta. Tidak hanya itu, pasal semacam ini bahkan bisa muncul dalam produk hukum di bawahnya seperti Peraturan Menteri. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Rimawan Pradiptyo, dosen Departemen Ekonomi, FEB UGM, dalam diskusi rutin SEA-Talks #15 pada Kamis, 15 Juni 2017.
Di era digital saat ini, peran pemerintah daerah, terutama dalam saluran yang terkait dengan publik, sangat penting untuk mengelola dan menyebarkan informasi. Dengan memperhatikan peran PR di pemerintah daerah, CESASS mengadakan Pelatihan Hubungan Masyarakat & Manajemen Informasi yang diadakan dari 7 Juni 2017 hingga 9 Juni 2017 di CESASS. Pelatihan ini diikuti oleh dua belas peserta yang merupakan alat hubungan masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Aceh Tamiang, Kalimantan Utara, Berau, Sukabumi, D.I.Yogyakarta, dan Jawa Tengah.
Pendidikan menjadi salah satu faktor kunci dalam menguatkan semangat kebersamaan antar negara-negara di Asia Tenggara sebagai suatu komunitas bangsa. Hal ini pula yang mendasari Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada untuk membuka lebar-lebar kesempatan bagi mahasiswa dari negara tetangga di Asia Tenggara maupun negara lain yang ingin bertukar wawasan dan berbagi pengalaman sosial-kultural.
Pada hari Senin (29/05/2017), PSSAT UGM menerima empat mahasiswa dari Mahidol University, Thailand dalam acara sharing session yang dilaksanakan di kantor PSSAT UGM. Keempat mahasiswa tersebut adalah Nisanat Watthayu (Faculty of Liberal Arts), Yosita Jampafeung (Faculty of Liberal Arts), Thanatcha Somchaimongkol (Faculty of Liberal Arts) and Warachote Shinwasusin(Faculty of Engineering) yang merupakan penerima Backpack Scholarship, sebuah program yang diperuntukkan untuk mengeksplorasi wilayah ASEAN dan mengunjungi kampus-kampus dengan tujuan menambah wawasan global, mengembangkan kemampuan bersosialiasi, dan berbahasa bagi mahasiswa Thailand. Keempat mahasiswa ini juga merupakan duta dari program Mahidol University International Relations (MURI) yang bertujuan mendukung program hubungan kerjasama internasional dari Mahidol University.
Menyadari pentingnya penguasaan Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional dalam meningkatnya persaingan global, Nakhon Pathom Rajabhat University (NPRU), Thailand bekerja sama dengan Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT/CESASS) UGM mengadakan NPRU Summer Program at CESASS.
Dilaksanakan mulai dari 27 May 2017 – 20 Juni 2017, program ini diikuti oleh 14 mahasiswa dari Nakhon Pathom Rajabhat University serta didampingi oleh 8 buddy dari Universitas Gadjah Mada. Selain pembelajaran Bahasa Inggris, tur tempat wisata Yogyakarta dan sekitarnya turut menjadi agenda dalam program ini.
Dalam rangka peringatan 50 tahun ASEAN, Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) bekerja sama dengan Mission of Japan to ASEAN menyelenggarakan kegiatan seminar internasional dengan tema “Strengthening Japan and ASEAN Relations on the Ocassion of the ASEAN 50th Anniversary”. Seminar ini merupakan wujud komitmen PSSAT UGM dalam mengembangkan kajian mengenai Asia Tenggara dan hubungannya dengan negara lain di luar kawasan. Dalam kegiatan ini, PSSAT UGM memberikan kajian khusus mengenai penguatan hubungan antara Jepang dan ASEAN dalam perspektif sosial.
Produksi pengetahuan yang terjadi karena interaksi sosial para pelajar Indonesia di Mesir, khususnya di Universitas Al-Azhar, memiliki peran besar dalam pembentukan identitas kosmopolitan. Dalam konteks ini, kondisi sosial sehari-hari mahasiswa di Mesir ternyata lebih berpengaruh dalam produksi pengetahuan daripada latar belakang akademik. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Judith Schlehe, Profesor dari Departemen Antropologi Universitas Freiburg, dalam diskusi SEA-Talks #14 pada Jumat (07/04). Diskusi bertajuk “Student Mobility & Knowledge Migration: Indonesian Azharites as Cultural Agents” ini diadakan di kantor Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM.
Sawatdi Khrab!
Nama saya Jusuf, atau biasa dipanggil Ucup. Dalam artikel ini, saya akan menceritakan pengalaman saya ketika mengikuti Liberal Arts ASEAN Seeds Camp III, tanggal 9-14 Januari 2017 yang diselenggarakan oleh Universitas Thammasat di Rangsit, Thailand.
Acara ini diselenggarakan selama enam hari di beberapa kota, seperti Rangsit, Ayuthaya, Kumphaeng Phet, dan Sukhothai. Disana kami mengunjungi daerah wisata dan kerajinan. Ketika berada di Sukhothai, kami mengunjungi musium Ram Kamhaeng, Sukhothai Historical Park, Sukhothai Airport, industri tenun tradisional Haad Siew, dan sentra kerajinan tanah liat Sukhothai. Jadwal kegiatannya pun cukup padat. Setiap hari, acara dimulai pukul 06.00 pagi dan berakhir pukul 20.00, kecuali pada waktu tertentu dimana kami dipulangkan lebih awal karena haruspindah melanjutkan perjalanan ke kota.
Pengaruh modernisasi dan banyaknya konflik agraria yang berdampak pada masyarakat adat menyebabkan banyak desa-desa di Indonesia melakukan kegiatan berbasis masyarakat, tak terkecuali di Mollo, Nusa Tenggara Timur. Pada tanggal 20-23 September 2017, Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada berkesempatan menerima tamu dari perwakilan enam desa yang tergabung dalam Apanola Atolan Pah Mollo (AAPM) atau Pelestari Adat Mollo, yakni desa-desa Ajaobaki, Fatukoto, Fatumnasi, Lelobatan, Nefokoko dan Tune yang melakukan studi banding ke Yogyakarta, antara lain Nglanggeran, di Kabupaten Gunung Kidul, Dlingo di Kabupaten Bantul serta Pulesari di Kabupaten Sleman.
Tidak bisa dipungkiri Film-film Asia Tenggara memiliki posisi tersendiri dan telah mendapat sorotan dunia melalui berbagai bentuk apresiasi. Film-film seperti “Kinatay” karya Briliante Mendoza dari Filipina memenangkan kategori best director pada festival de Cannes pada tahun 2009. Pada tahun 2010, ada film berjudul “Uncle Boonmee” dari Thailand besutan sutradara Apichatpong Weerasethakul yang menyabet gelar Palme d’Or pada ajang yang sama. Terakhir tahun 2016, penghargaan yang sama menjadi milik sineas Indonesia. Karya dari Wregas Bhanuteja berjudul “Prenjak” menjadi film terbaik pada gelaran festival film paling bergengsi tersebut. Fakta diatas menjadi bukti keberhasilan sinema Asia Tenggara dalam mengambil posisi di dalam peta perfilman dunia.