• Tentang UGM
  • IT Center
  • Bahasa IndonesiaBahasa Indonesia
    • Bahasa IndonesiaBahasa Indonesia
    • EnglishEnglish
Universitas Gadjah Mada Pusat Studi Sosial Asia Tenggara
Universitas Gajah Mada
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Selayang Pandang
    • Peneliti
    • Peneliti Mitra
    • Mitra
    • Perpustakaan
  • Penelitian
    • Penelitian
    • Kluster
  • Program
    • MMAT (SUMMER COURSE)
      • Summer Course 2021
      • Summer Course 2022
    • Symposium on Social Science (SOSS)
      • Symposium on Social Science 2018
      • Symposium on Social Science 2020
    • SEA MCA
    • SEA Gate
    • SEA Talk
    • SEA Chat
    • SEA Movie
    • Magang
      • MAGANG DOMESTIK
      • MAGANG INTERNASIONAL
    • Workshop Kominfo
  • Publikasi
    • Jurnal
    • IKAT
    • Buku
  • Esai Akademik
    • Budaya & Linguistik
    • Media & Komunikasi
    • Ekonomi & Kesejahteraan Sosial
    • Pendidikan
    • Hukum & HAM
    • Politik & Pemerintahan
    • Masyarakat Digital
    • Panduan Artikel
  • Beranda
  • Aktivitas
  • SEA Chat_ind
  • SEA-Chat #32: Migrasi Rohingya dari Myanmar ke Aceh: Isu dan Perkembangan Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Aceh by Lyska Coyoga

SEA-Chat #32: Migrasi Rohingya dari Myanmar ke Aceh: Isu dan Perkembangan Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Aceh by Lyska Coyoga

  • SEA Chat_ind
  • 31 Oktober 2022, 14.00
  • Oleh: pssat
  • 0

Pada hari Selasa (26/10), the Center for Southeast Asian Social Studies Universitas Gadjah Mada (CESASS UGM) telah melanjutkan kegiatan Southeast Asian Chat (SEA Chat), sebuah diskusi yang membicarakan isu sosial yang terjadi di Asia Tenggara. Untuk pembicaranya, SEA Chat ke-32 ini menghadirkan Lyska Coyoga, seorang mahasiswa magang dari Universitas Negeri Yogyakarta, jurusan pendidikan geografi. Coyoga menyajikan penelitiannya yang berjudul “Migrasi Rohingya dari Myanmar ke Aceh: Isu dan Perkembangan Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Aceh.”

 

Coyoga memulai presentasinya dengan bertanya mengapa warga Rohingya memilih mengungsi ke Aceh. Dua audiens menjawab diantaranya karena Aceh terkenal sebagai “Serambi Mekah” dan yang lainnya merespons dengan mengaitkan letak geografis  yang relatif terjangkau bila menggunakan perahu atau kendaraan lain yang tidak banyak pilihannya. 

 

Sebelum menjawab pertanyaan sebelumnya, Coyoga menjelaskan kepada audiens siapa itu warga Rohingya, yang ia jelaskan sebagai kelompok etnis yang mendiami negara bagian Rakhine, Myanmar dekat Bangladesh sejak abad ke-7 dan selanjutnya dikenal sebagai Rohingya pada abad ke-18 setelah seorang peneliti asal Britania Raya menamai mereka demikian. Setelah kudeta militer pada 1962, Operasi King Dragon (Operasi Nagamin) diadakan dan berimplikasi pada mengungsinya masyarakat Rohingya ke luar Myanmar dan setelahnya mereka dikenali sebagai etnis Bengali pada sensus 2014 di Myanmar. Singkatnya, terdapat penolakan atas keberadaan masyarakat Rohingya di Myanmar secara struktural.

 

Sejak 2009-2022, Coyoga menjelaskan bahawa sekitar 1.800 orang Rohingya telah sampai di Aceh yang masuk kesana melalui bagian utara provinsi tersebut untuk mencari tempat. Ada suatu waktu ketika masyarakat lokal khawatir dengan masyarakat Rohingya karena para pengungsi memilih untuk melarikan diri dari tempat penampungan and menempati beberapa fasilitas publik seperti musala sebelum akhirnya direlokasi ke tempat yang lebih layak. 

 

Saat itu juga ada kekhawatiran dari masyarakat lokal yang memiliki kecemburuan sosial dengan kehadiran bantuan untuk para pengungsi. Pada akhirnya, Coyoga juga menjelaskan bahwa pada masa yang akan datang, masyarakat Aceh sepertinya akan tetap menerima keberadaan para pengungsi karena mereka percaya keadaan sulit bisa menimpa siapa saja sehingga penting untuk menjaga solidaritas kepada yang sedang kesulitan. Selain itu, ada juga kebiasaan budaya lokal bernama Peumulia Jamee yang berarti menjamu tamu atau orang lain dengan baik.

 

Sebelum kegiatan obrolan berakhir, ada kegiatan tanya jawab yang memunculkan banyak bahasan menarik seperti bagaimana pemerintah Indonesia dan pemerintah Provinsi Aceh menangani kenaikan jumlah para pengungsi begitu juga dengan status Indonesia sebagai negara pihak ketiga terkait isu pengungsi. Ada juga catatan mengenai pengembangan riset terkait peran kebiasaan lokal Peumulia Jamee dalam isu pengungsi di Aceh. 

Ditulis oleh: Mohammad Izam Dwi Sukma

Leave A Comment Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Recent Posts

  • SEA CHAT #35: Reflecting The Role of Yang Di Pertuan Agong to Settle The Political Uncertainty After Malaysia 15th General Election by Muhammad Izam Dwi Sukma
  • SEA Talk #46: Dividing The Electorates: Will Indonesian Politicians Exploit Identity in 2024 Election by Made Supriatma
  • SEA CHAT #34 Dictatorship and Political Dynasty and the Role of Media on History Politicization by Muhammad Nailul Fathul Wafiq
  • SEA-Chat #33 Part 2: Cultural Diplomacy between Russia and Indonesia by Tatiana Putcniakova and The Position of Indonesia in ASEAN in the Upcoming Years by Lia Korotkova
  • SEA-Chat #33 Sesi 1: Information Technology Sector in Modern ASEAN oleh Gleb Darchenkov and The Results of the G-20 Summit for Indonesia oleh Dmitry Svechnikov

Arsip

  • Desember 2022
  • November 2022
  • Oktober 2022
  • September 2022
  • Agustus 2022
  • Juli 2022
  • Mei 2022
  • Maret 2022
  • Februari 2022
  • September 2021
  • Mei 2021
  • Desember 2020
  • Oktober 2020
  • Mei 2020
  • Maret 2020
  • Februari 2020
  • Januari 2020
  • Juli 2019
  • Juni 2019
  • Mei 2019
  • April 2019
  • Maret 2019
  • Desember 2018
  • November 2018
  • Oktober 2018
  • September 2018
  • Agustus 2018
  • Juli 2018
  • Juni 2018
  • Mei 2018
  • Maret 2018
  • Februari 2018
  • Januari 2018
  • Desember 2017
  • November 2017
  • Oktober 2017
  • September 2017
  • Agustus 2017
  • Juli 2017
  • Juni 2017
  • Mei 2017
  • April 2017
  • Februari 2017
  • Januari 2017
  • Desember 2016
  • Oktober 2016
  • September 2016
  • Agustus 2016
  • Juli 2016
  • Juni 2016
  • Mei 2016
  • April 2016
  • Maret 2016
  • Februari 2016
  • Januari 2016
  • Desember 2015

Kategori

  • Aktivitas
  • Ekonomi & Kesejahteraan Sosial
  • Esai Akademik
  • Hukum dan Hak Asasi Manusia
  • Media dan Komunikasi
  • Pendidikan
  • Politik dan Hubungan Internasional
  • riset
  • SEA Chat_ind
  • SEA Gate_ind
  • SEA Movie_ind
  • SEA Talk_ind
  • Sejarah dan Budaya
  • Uncategorized
  • workshop

Meta

  • Masuk
  • Entries RSS
  • Comments RSS
  • web instansi
Universitas Gadjah Mada

Pusat Studi Sosial Asia Tenggara
Universitas Gajah Mada

Gedung PAU, Jl. Teknika Utara
Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
pssat@ugm.ac.id
+62 274 589658

Instagram | Twitter | FB Page | Linkedin |

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju