Sengketa perbatasan merupakan salah satu masalah yang paling menantang dalam normalisasi hubungan antara Indonesia dan Timor Leste. Dua perbatasan darat memisahkan kedua negara: 150 km di bagian timur dan 120 km di bagian barat (Oecusse, kantong Timor Leste di provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia). Sementara bagian timur perbatasan telah berhasil dinegosiasikan, bagian barat perbatasan masih diperdebatkan hingga saat ini. Negosiasi perbatasan yang tidak pasti berlanjut hingga hari ini tanpa kemajuan yang signifikan. Ada perbedaan interpretasi antara negosiator Indonesia dan Timor Leste.
Kegagalan penyelesaian sengketa perbatasan tidak hanya mencegah pengembangan kawasan tetapi juga, yang lebih serius, menyebabkan ketidakpastian dan ketidakstabilan dalam hubungan di antara orang-orang yang menduduki wilayah perbatasan. Ketegangan, konflik, dan kekerasan muncul sebagai akibat dari situasi yang tidak pasti ini. Ketegangan yang dipicu oleh dugaan invasi orang Timor di wilayah Indonesia, misalnya, telah meningkat menjadi kekerasan dan deklarasi perang di masyarakat pada tahun 2016.
Wilayah perbatasan yang tidak tenang dihuni oleh orang-orang dengan ikatan kekerabatan. Perbatasan internasional baru pasti akan memisahkan dan memutus hubungan. Tapi, perbatasan antarnegara bagian yang tidak pasti akan mengubah hubungan kekerabatan menjadi hubungan permusuhan. Dalam konteks inilah inisiatif masyarakat adat harus dilihat sebagai jalan menembus kebuntuan dan langkah positif untuk mencegah situasi memburuk. Oleh karena itu, studi yang serius diperlukan untuk mendukung kasus resolusi konflik tradisional tersebut.
Penelitian ini oleh Drs. Muhadi Sugiono, MA, Atin Prabandari, MA, Edegar Da Conceicao Savio, Ph.D, Jose Cornelio Guterres, Ph.D, Prof. Dr. Aloysius Liliweri, Dr. Kotan Y. Stefanus, Dr. Ajis SA Djaha, dan Bilveer Singh dari Program Hibah Kolaboratif Internasional Fakultas ISIPOL UGM pada tahun 2018 adalah upaya untuk menjawab masalah di atas, untuk memahami sejauh mana inisiatif masyarakat adat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah untuk kebuntuan dan sengketa perbatasan yang belum terselesaikan. Bekerja sama dengan aktivis akademik dari Univesidade da Paz, Universitas Nasional Singapura, dan Pascasarjana Universitas Nusa Cendana, penelitian ini akan memberi jalan bagi menghubungkan para akademisi di dua negara dalam memecahkan masalah sosial dan politik yang sama; membawa upaya akademis dalam memecahkan masalah sosial dan politik yang nyata (penelitian 2.0). Secara akademis, penelitian ini juga akan memberikan wawasan tentang peran aktif, signifikan, pengetahuan, praktik dan kearifan lokal masyarakat adat dalam penyelesaian sengketa perbatasan (penelitian 1.0). Selanjutnya, penelitian ini akan menerangi pemahaman kita tentang penyelesaian sengketa perbatasan alternatif di negara-negara pasca-kolonial di Indonesia khususnya dan Asia Tenggara pada umumnya.