Bentuk korupsi yang terjadi pada sektor swasta antara lain adalah masalah perijinan, pengadaan barang dan jasa, politik uang, penyuapan dan pasal siluman. Pasal siluman adalah pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk ke dalam naskah atas peran pihak swasta. Tidak hanya itu, pasal semacam ini bahkan bisa muncul dalam produk hukum di bawahnya seperti Peraturan Menteri. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Rimawan Pradiptyo, dosen Departemen Ekonomi, FEB UGM, dalam diskusi rutin SEA-Talks #15 pada Kamis, 15 Juni 2017.
Di era digital saat ini, peran pemerintah daerah, terutama dalam saluran yang terkait dengan publik, sangat penting untuk mengelola dan menyebarkan informasi. Dengan memperhatikan peran PR di pemerintah daerah, CESASS mengadakan Pelatihan Hubungan Masyarakat & Manajemen Informasi yang diadakan dari 7 Juni 2017 hingga 9 Juni 2017 di CESASS. Pelatihan ini diikuti oleh dua belas peserta yang merupakan alat hubungan masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Aceh Tamiang, Kalimantan Utara, Berau, Sukabumi, D.I.Yogyakarta, dan Jawa Tengah.
Pendidikan menjadi salah satu faktor kunci dalam menguatkan semangat kebersamaan antar negara-negara di Asia Tenggara sebagai suatu komunitas bangsa. Hal ini pula yang mendasari Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada untuk membuka lebar-lebar kesempatan bagi mahasiswa dari negara tetangga di Asia Tenggara maupun negara lain yang ingin bertukar wawasan dan berbagi pengalaman sosial-kultural.
Pada hari Senin (29/05/2017), PSSAT UGM menerima empat mahasiswa dari Mahidol University, Thailand dalam acara sharing session yang dilaksanakan di kantor PSSAT UGM. Keempat mahasiswa tersebut adalah Nisanat Watthayu (Faculty of Liberal Arts), Yosita Jampafeung (Faculty of Liberal Arts), Thanatcha Somchaimongkol (Faculty of Liberal Arts) and Warachote Shinwasusin(Faculty of Engineering) yang merupakan penerima Backpack Scholarship, sebuah program yang diperuntukkan untuk mengeksplorasi wilayah ASEAN dan mengunjungi kampus-kampus dengan tujuan menambah wawasan global, mengembangkan kemampuan bersosialiasi, dan berbahasa bagi mahasiswa Thailand. Keempat mahasiswa ini juga merupakan duta dari program Mahidol University International Relations (MURI) yang bertujuan mendukung program hubungan kerjasama internasional dari Mahidol University.
Menyadari pentingnya penguasaan Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional dalam meningkatnya persaingan global, Nakhon Pathom Rajabhat University (NPRU), Thailand bekerja sama dengan Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT/CESASS) UGM mengadakan NPRU Summer Program at CESASS.
Dilaksanakan mulai dari 27 May 2017 – 20 Juni 2017, program ini diikuti oleh 14 mahasiswa dari Nakhon Pathom Rajabhat University serta didampingi oleh 8 buddy dari Universitas Gadjah Mada. Selain pembelajaran Bahasa Inggris, tur tempat wisata Yogyakarta dan sekitarnya turut menjadi agenda dalam program ini.
Dalam rangka peringatan 50 tahun ASEAN, Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) bekerja sama dengan Mission of Japan to ASEAN menyelenggarakan kegiatan seminar internasional dengan tema “Strengthening Japan and ASEAN Relations on the Ocassion of the ASEAN 50th Anniversary”. Seminar ini merupakan wujud komitmen PSSAT UGM dalam mengembangkan kajian mengenai Asia Tenggara dan hubungannya dengan negara lain di luar kawasan. Dalam kegiatan ini, PSSAT UGM memberikan kajian khusus mengenai penguatan hubungan antara Jepang dan ASEAN dalam perspektif sosial.
Produksi pengetahuan yang terjadi karena interaksi sosial para pelajar Indonesia di Mesir, khususnya di Universitas Al-Azhar, memiliki peran besar dalam pembentukan identitas kosmopolitan. Dalam konteks ini, kondisi sosial sehari-hari mahasiswa di Mesir ternyata lebih berpengaruh dalam produksi pengetahuan daripada latar belakang akademik. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Judith Schlehe, Profesor dari Departemen Antropologi Universitas Freiburg, dalam diskusi SEA-Talks #14 pada Jumat (07/04). Diskusi bertajuk “Student Mobility & Knowledge Migration: Indonesian Azharites as Cultural Agents” ini diadakan di kantor Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM.
Sawatdi Khrab!
Nama saya Jusuf, atau biasa dipanggil Ucup. Dalam artikel ini, saya akan menceritakan pengalaman saya ketika mengikuti Liberal Arts ASEAN Seeds Camp III, tanggal 9-14 Januari 2017 yang diselenggarakan oleh Universitas Thammasat di Rangsit, Thailand.
Acara ini diselenggarakan selama enam hari di beberapa kota, seperti Rangsit, Ayuthaya, Kumphaeng Phet, dan Sukhothai. Disana kami mengunjungi daerah wisata dan kerajinan. Ketika berada di Sukhothai, kami mengunjungi musium Ram Kamhaeng, Sukhothai Historical Park, Sukhothai Airport, industri tenun tradisional Haad Siew, dan sentra kerajinan tanah liat Sukhothai. Jadwal kegiatannya pun cukup padat. Setiap hari, acara dimulai pukul 06.00 pagi dan berakhir pukul 20.00, kecuali pada waktu tertentu dimana kami dipulangkan lebih awal karena haruspindah melanjutkan perjalanan ke kota.
Bagi Asia Tenggara, regionalisme bukanlah suatu hal yang asing. Ada berbagai bentuk regionalisme di Asia Tenggara yang telah terbentuk, diantaranya adalah Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), South East Asia Treaty Organization (SEATO), Association for Southeast Asia (ASA), MAPHILINDO, dan Asian and Pacific Council (ASPAC). Wong (1979) berpendapat sulitnya membentuk kesatuan regional di Asia Tenggara disebabkan oleh masih tingginya nasionalisme, kurangnya kepercayaan dan identitas regional, konflik teritorial, dan perbedaan persepsi politik antar negara. Pada masa itu, kesatuan regional yang solid di kawasan ini cukup sulit untuk dijalankan sampai akhirnya terbentuklah ASEAN.
Banyak orang keliru dalam mempresepsikan Asia Tenggara dan ASEAN. Sebagian diantaranya mengira bahwa Asia Tenggara merupakan ASEAN, atau sebaliknya. Lalu apa itu “Asia Tenggara” dan “ASEAN”?, dan Bagaimana asal mula munculnya “Asia Tenggara” sebagai “kajian” atau “area studies”?.
Menurut Dr. Agus Suwignyo, Asia Tenggara sebagai sebuah kawasan dirasa belum terlalu dikenal. Indikator yang juga menjadi perhatian beliau adalah saat masyarakat Eropa seringkali menyebut orang – orang Asia Tenggara yang berasal dari negara berbeda di identifikasikan sebagai satu kelompok yang sama. Dr. Agus Suwignyo menjelaskan bahwa sebenarnya status Asia Tenggara dapat dilihat dari tiga aspek yaitu sebagai “konsep” politik dan pertahanan, realitas historis dan area studi.
Sebagai sebuah kawasan yang menjadi bagian dari benua Asia, negara-negara di Asia Tenggara memiliki ciri iklim tropis dengan gugusan kepulauan yang mempesona dan sinar matahari sepanjang tahun. Bentang alam mulai dari pegunungan, laut hingga pantai dengan pasir putih dan air berwarna hijau tosca hampir dapat dijumpai diseluruh kawasan ini. Tak sampai disitu saja, kawasan asia tenggara memiliki kekayaan budaya yang secara tangible maupun intangible. Hal ini ditandai dengan adanya 17 warisan budaya yang telah tercatat dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO. Setidaknya ini dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan di seluruh dunia. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah kedatangan internasional yang cukup signifikan. Data yang dihimpun oleh Pasific Asia Travel Association (PATA) pada tahun 2015 tercatat lebih dari 115 juta kedatangan internasional pada tahun 2015 yang diperkirakan akan mencapai angka 173 juta pada tahun 2018 dengan total pertumbuhan 2% setiap tahunnya. Thailand masuk dalam peringkat kedua dalam kategori Top Five Fastest Growth Destinations 2014 – 2018 dengan jumlah kedatangan internasional tertinggi yaitu 36 juta, di susul Malaysia 27,7 juta, Singapura 16,7 juta, sedangkan Indonesia, Kamboja, Filipina, Laos, Myanmar, Brunei Darussalam dan Vietnam masih berada pada angka dibawah 10 juta kedatangan pada tahun 2015.